Purwokerto (Antara) - Operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Patrialis Akbar telah mencoreng citra Mahkamah Konsitusi, kata ahli hukum perbankan Yunus Husein.
"Benteng terakhir negara hukum ya di pengadilan. Kalau bobol di sana (pengadilan, red.), siapa lagi yang dipercaya," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis.
Yunus mengatakan hal itu kepada wartawan usai menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) "Urgensi Strategi Nasional dan Aliansi Segenap Elemen Bangsa Dalam Rangka Mendukung Ekonomi Nasional di Era Ekonomi Digital" yang diselenggarakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto di Kamandaka Room, Hotel Aston Imperium, Purwokerto.
Ia mengaku sudah mendapat konfirmasi resmi jika yang tertangkap KPK dalam OTT adalah Patrialis Akbar.
Oleh karena itu, dia sangat menyayangkan penangkapan terhadap Patrialis Akbar yang merupakan salah satu hakim MK.
Menurut dia, penangkapan hakim MK oleh KPK bukan yang pertama kalinya karena sebelumnya juga terjadi pada Akil Mochtar yang menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi.
"Saya sangat geram, enggak ada habis-habisnya. Belum lama ini mantan Dirut Garuda, sebelumnya ada Ketua DPD RI," kata mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu.
Ia mengatakan seharusnya mereka belajar dari kasus-kasus sebelumnya.
"Saya kenal baik dengan mereka. Kasihan nama baiknya dan keluarga akibat kasus itu," katanya.
Lebih lanjut, Yunus mengatakan hakim maupun jaksa agung seharusnya jangan seorang politikus karena akan banyak pertimbangan, antara lain yang berkaitan dengan uang dan janji.
Menurut dia, Patrialis Akbar merupakan hakim MK wakil pemerintah yang dikirim pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meskipun yang bersangkutan adalah seorang politikus.
Pada awal Patrialis Akbar masuk MK, kata dia, banyak yang mempertanyakan dan ada pula yang akan menggugat, salah satunya dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
Ia menduga bobolnya MK karena kasus dugaan korupsi itu karena manajemen perkara kurang transparan dan pengawasannya tidak begitu kuat.
"Budaya hukum adalah bagaimana persepsi mereka terhadap hukum untuk ditegakkan. Berarti budaya hukum hakim itu masih payah, bukan menegakkan hukum malah melanggar hukum," katanya. ***2***