Bengkulu (Antara) - Akademisi Jurusan Kehutanan Universitas Bengkulu, Gunggung Senoaji berpendapat perlu pembuatan koridor atau jalur jelajah baru gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) untuk mencegah kepunahan satwa langka itu.

"Konflik pemanfaatan lahan semakin tinggi sehingga perlu pembuatan koridor baru untuk gajah Sumatera yang ada di Bengkulu," kata Gunggung di Bengkulu, Rabu.

Gunggung menyampaikan pendapatnya terkait dengan konflik gajah dengan manusia di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko.

Pekan lalu, belasan gajah dari kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat di Bengkulu Utara mendekati permukiman warga Desa Gajah Makmur, Kabupaten Mukomuko hingga membuat warga resah.

"Perlu duduk bersama antara pemangku kepentingan untuk membahas koridor baru yang mencakup kawasan berstatus area peruntukan lain, taman wisata alam dan hutan produksi," katanya menerangkan.

Menurut Gunggung, komitmen dan kemauan politik dari pemerintah daerah untuk menyelamatkan gajah yang tersisa di wilayah perbatasan Bengkulu Utara-Mukomuko itu.

Pembuatan koridor baru lanjut dia menjadi satu-satunya resolusi untuk mengatasi konflik yang semakin intens dan biasanya berujung pada kerugian di kedua belah pihak, yakni manusia dan satwa.

"Pemerintah provinsi perlu membentuk tim untuk melakukan kajian ini karena hutan produksi tidak berada dalam kewenangan Balai Konservasi Sumber Daya Alam," ujarnya.

Sementara investigasi aktivis lingkungan dari Aliansi Konservasi Alam Raya (AKAR) Network menemukan belasan gajah keluar dari TWA Seblat dan masuk ke hutan produksi Air Rami lalu mendekati permukiman warga.

"Gajah itu tidak bisa kembali lagi ke TWA Seblat karena jelajahnya sudah berubah jadi kebun sawit," kata Koordinator Program AKAR Network, Ali Akbar.

Ali menilai, pemberian izin berupa hak guna usaha bagi sejumlah perusahaan perkebunan dan pembiaran terhadap pembukaan lahan secara ilegal dengan kekuatan modal besar membuat gajah semakin terusik di "rumahnya".

Ia pun membantah penjelasan pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung yang menyebutkan satwa dilindungi itu tidak bisa kembali ke kawasan pusat latihan gajah di TWA Seblat akibat maraknya perambahan hutan di HPT Air Rami.

Penelusuran di lapangan, kata dia, lahan yang dirambah di HPT Air Rami sudah ditinggalkan oleh perambah. Saat ini hanya ada 10 orang petani karet di dalam kawasan itu dengan luas lahan tidak lebih dari 20 hektare.

Sebelumnya Koordinator Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) BKSDA Bengkulu-Lampung, Said Jauhari mengatakan puluhan gajah liar terjebak di HPT Air Rami dan tidak bisa kembali ke TWA Seblat akibat pembukaan lahan secara ilegal di wilayah itu.

Said memprediksi, jumlah gajah liar yang berada di HPT Air Rami mencapai 30 ekor.***3***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017