Jakarta (Antara) - Ahli hukum pidana Universitas Katolik Parahyangan Bandung C. Djisman Samosir yang didatangkan tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjelaskan soal Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP yang disangkakan kepada Ahok atas kasus dugaan penodaan agama.

"Ya saya tadi menjelaskan terkait Pasal 156 dan 156a. Terkait dengan pasal 156 saya menjelaskan itu hanya berbicara mengenai golongan tidak berbicara mengenai agama. Saya jelaskan di situ golongan Bumiputera, golongan Tionghoa, golongan Eropa. Jadi artinya kalau mau dikatakan itu penodaan terhadap agama pasal 156 tidak masuk," kata Djisman dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.

Dalam Pasal 156a KUHP, ia menyatakan bahwa pasal itu berlaku ada 1965 berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 dan disisipkan ke dalam KUHP.

"Apa yang menarik di situ, di dalam Pasal 156a itu ada hukum acaranya. Apabila seseorang atau badan hukum melakukan penodaan agama maka diperingati keras oleh Jaksa Agung, Mendagri, dan Menteri Agama. Apabila masih berlanjut maka harus diproses," tutur dia.

Menurut dia, dalam kasus Ahok tersebut tidak ditempuh hukum acaranya, maka secara hukum itu batal demi hukum.

Lebih lanjut ia menyatakan bahwa kata "permusuhan" di dalam Pasal 156a bisa dikatakan benci kepada agama atau suatu kelompok memerangi orang lain.

"Itu contoh sederhananya. Selanjutnya apa itu "penyalahgunaan", adakah di situ kitab suci diperjualbelikan, adakah bangunan masjid itu dikurangi," ujarnya.

Kemudian terakhir kata "penodaan". Menurut dia, "penodaan" itu bisa meludahi, merobek, menginjak-injak, dan membakar kitab suci.

"Sepanjang itu tidak ada maka orang itu tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya berdasarkan Pasal 156a. Kalau dikatakan saya membenci kepada agama ini, harus dibuktikan penyalahgunaannya. Ada tidak menginjak-injak Al Quran, itu harus dibuktikan, kalau tidak bisa, ya sudah. Lagian terlepas dari itu perkara ini prematur karena harus diatur hukum acaranya, harus ada peringatan dulu, tidak boleh langsung," ucap Djisman.

Selain Djisman, tim kuasa hukum Ahok juga telah menghadirkan dua ahli lainnya dalam sidang ke-15 Ahok ini, yaitu Ahli Ushul Fiqih IAIN Raden Intan Lampung Ahmad Ishomuddin dan Ahli linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Rahayu Surtiati Hidayat.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.***2***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017