Jakarta (Antara)-Majelis Ulama Indonesia (MUI) meluncurkan fatwa hukum dan pedoman dalam beraktifitas di media sosial (medsos) di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika Jakarta, Senin.

Peluncuran Fatwa MUI no 24/2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial secara resmi dilakukan oleh Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin dengan memberikannya secara simbolik kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.

Dalam kesempatan tersebut, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Asrorun Niam Sholeh menyampaikan pengantar dan pembacaan Fatwa MUI yang telah ditetapkan pada 13 Mei 2017.

Dalam Fatwa tersebut diantaranya dinyatakan haram bagi setiap muslim dalam beraktifitas di media sosial melakukan ghibah (menggunjing), fitnah ( menyebarkan informasi bohong tentang seseorang atau tanpa berdasarkan kebenaran), adu domba (namimah), dan penyebaran permusuhan.

Fatwa tersebut mengharamkan setiap muslim melakukan bullying, ujaran kebencian dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan.

Fatwa itu mengharamkan bagi setiap muslim untuk menyebarkan hoax serta informasi bohong, menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan dan segala hal yang terlarang secara syar'i dan menyebarkan konten yang benar namun tidak sesuai tempat dan waktu.

Fatwa menyatakan memproduksi, menyebarkan dan atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi yang tidak benar kepada masyarakat hukumnya haram.

Mencari-cari informasi tentabg aib, gosip, kejelekan orang lain atau kelompok hukumnya haram kecuali untuk kepentingan yang dibenarkan syar'i.

MUI menyatakan haram memproduksi dan menyebarkan konten informasi yang bertujuan membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak.

Selain itu menyebarkan konten pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke publik, seperti pose yang mempertontonkan aurat, hukumnya haram.

Begitu pula aktivitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun nonekonomi hukumnya haram, termasuk didalamnya orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya.

Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin dalam kesempatan tersebut mengatakan, fatwa tersebut sangat penting sebagai upaya para ulama dalam mengantisipasi perkembangan media sosial.

"Jadi penggunaan medsos secara merusak menimbulkan bahaya.

Keruskan itu harus ditolak, bahaya itu harus dihilangkan. Langkah yang kami ambil maka kita menerbitkan fatwa. Bisa disebut fatwa 'muamalah medsosiah', tidak mungkin menghindari medsos tapi bagaimana mencegah kerusakan," katanya.

Menkominfo Rudiantara menyambut baik terbuatnya fatwa tersebut. Diharapkan dengan adanya fatwa tersebut umat Islam dapat menggunakan media sosial dengan baik dan bijak.***2***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017