Jakarta (Antara) - Anggota Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengungkapkan adanya kecacatan prosedur di dalam proses berjalannya hak angket oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami memandang bahwa proses disetujuinya atau berjalannya hak angket itu cacat prosedur," ujar Muhammad ketika mendaftarkan uji materi UU MD3 terkait hak angket terhadap KPK di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis.

Muhammad Isnur menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 199 ayat 3 UU MD3, persetujuan hak angket harus dihadiri minimal setengah dari anggota DPR.

"Supaya memenuhi kuorum dan harus disetujui oleh setengah peserta yang hadir," kata Isnur.

Namun pada kenyataannya, ia mengatakan hal tersebut tidak terjadi dalam proses persetujuan hak angket.

Terkait dengan hak angket ini YLBHI bersama dengan mantan pimpinan KPK Busyro Muqoddas, Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) mendaftarkan permohonan uji materi terhadap Pasal 78 ayat (3) dan Pasal 199 ayat (3) UU MD3 di MK.

"Kami mendaftarkan kepada MK tentang UU MD3, kami minta MK tafsirkan Pasal 79 ayat (3) dan Pasal 199 ayat (3) tentang kewenangan DPR melakukan hak angket terhadap KPK," ujar Isnur.

Para Pemohon ini meminta kepada MK untuk memberikan tafsir konstitusional bahwa DPR tidak bisa melakukan hak angket kepada KPK, karena menurut putusan MK tahun 2006 KPK digolongkan terhadap lembaga yudikatif yang tidak bisa diberikan hak angket oleh DPR untuk diselidiki.

"Menurut tafsir yang ada seharusnya KPK itu lembaga independen yang tidak bisa diawasi oleh lembaga manapun," kata Muhammad Isnur.

Usulan hak angket ini tercetus saat KPK melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III pada Rabu (19/4) dini hari karena KPK menolak untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani di luar persidangan terkait kasus KTP Elektronik.

Pada sidang dugaan korupsi KTP-E pada 30 Maret 2017, penyidik KPK yang menangani kasus tersebut yaitu Novel Baswedan mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran KTP-E.***2***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017