Jakarta (Antara) - Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana mengatakan Presiden Joko Widodo harus tegas dalam merumuskan kebijakan terkait divestasi 51 persen dari PT Freeport Indonesia.

"Harus ada kriteria yang jelas atas siapa yang berhak atas divestasi," ujar Hikmahanto Juwana di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi siapa pihak yang pantas mendapatkan divestasi.

Pertama adalah pihak yang dapat memberi kesejahteraan sebesar-besarnya kepada rakyat.

"Kedua, uang untuk membeli saham harus berasal dari kantung yang akan membeli. Artinya uang tersebut bukan hasil utang atau apapun rekayasa keuangan," kata dia.

Ketiga, lanjut Hikmahanto pihak tersebut harus mampu untuk melakukan peningkatan modal saat dibutuhkan oleh PT FI. Keempat, pihak tersebut adalah bukan pihak yang terafiliasi dengan Freeport McMoran.

"Kelima, pihak tersebut memiliki kemampuan untuk mengelola perusahaan pertambangan, bahkan pada suatu saat mengoperasikan secara mandiri," tutur dia.

Ia mengatakan masalah divestasi PT FI biasanya akan menjadi kehebohan tersendiri di dalam negeri. Pihak-pihak yang berkepentingan akan saling cakar untuk mendapatkannya. Bila perlu dipolitisasi.

Belum lagi bila ternyata Freeport McMoran akan bercokol dengan rekayasa perusahaan Indonesia yang digunakan atau dengan cara rekayasa finansial, ujar dia.

Kemenangan divestasi pada akhirnya tidak memberikan kemakmuran sebesar-besarnya kemakmuran pada rakyat. Divestasi Newmont harus menjadi pengalaman yang berharga.

"Pada divestasi Newmont setelah kemenangan arbitrase divestasi saham diambil oleh Pemda, namun uangnya dari pihak swasta nasional dan saham digadaikan," kata dia.

Pada divestasi berikutnya pemerintah pusat hendak mengambilnya, namun tersandung dengan persetujuan DPR dan berujung di Mahkamah Konstitusi, lanjut dia.

"Peristiwa di Newmont akan terulang kembali di Divestasi PT FI bila Presiden Jokowi tidak tegas dalam merumuskan kebijakan," tukas dia.***3***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017