Jakarta (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan siap menghadapi perlawanan hukum yang mungkin akan dilakukan Setya Novanto setelah ditetapkan kembali menjadi tersangka kasus dugaan korupsi KTP-elektronik (KTP-e) pada Jumat (10/11).

"Segala kemungkinan hukum tentu bisa saja dilakukan oleh pihak mana pun yang ada kaitan kepentingan. Sepanjang itu tersedia, tentu saja KPK akan menghadapi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Misalnya, ketika ada perlawanan dari aspek substansi akan kami sokong dari substansi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat.

Soal Setya Novanto yang kemungkinan akan mengajukan praperadilan kembali, Febri menegaskan pihaknya akan fokus terlebih dahulu pada proses penyidikan.

"Kami fokus pada proses penyidikan ini," kata Febri.  

Ia pun memastikan KPK akan kembali memanggil saksi-saksi untuk diperiksa dalam penyidikan dengan tersangka Setya Novanto.

"Saksi-saksi akan kami lakukan pemeriksaan juga dalam proses penyidikan dengan tersangka Setya Novanto untuk menggali lebih jauh kontruksi dari kasus KTP-e ini," ucap Febri.

Febri pun menyatakan tidak akan memanggil semua saksi yang sama seperti pada penyidikan terhadap Setya Novanto sebelumnya.

"Dari hasil evaluasi tim penyidik hanya saksi-saksi yang relevan saja. Jadi, tidak perlu harus semua saksi tersebut harus dipanggil untuk diperiksa. Selain itu, terdapat juga beberapa saksi-saksi baru yang belum dipanggil pada proses sidang untuk Irman dan Sugiharto yang juga perlu kami periksa lebih lanjut," tuturnya.

Setya Novanto selaku anggota DPR RI periode 2009-2014 bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjono, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Dirjen Dukcapil Kemendagri dan kawan-kawan diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu koporasi, menyahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sehingga diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara atas perekonomian negara sekurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam pengadaan paket penerapan KTP-E 2011-2012 Kemendagri.

Setya Novanto disangkakan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atas nama tersangka.

Sebelumnya, Setya Novanto pernah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus proyek KPK-e pada 17 Juli 2017 lalu.

Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Cepi Iskandar pada 29 September 2017 mengabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto sehingga menyatakan bahwa penetapannya sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.***2***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017