Semarang (Antara) - Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama kepolisian akan mengusut oknum abdi negara yang diduga terlibat dalam operasional pabrik PCC (Paracetamol Caffein Carisoprodo) yang diungkap di Semarang dan Solo baru-baru ini.

"Perlu waktu, akan kami kembangkan," kata Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso di Semarang, Senin.

Menurut dia, pada pengungkapan pabrik di Semarang tersebut diperoleh catatan yang akan menjadi bukti petunjuk pengungkapan lebih lanjut.

Ada ponsel, berhubungan dengan siapa saja akan ditelusuri," katanya.

Keterlibatan oknum tersebut, kata dia, termasuk pemberian izin sehingga bahan baku produk ilegal ini bisa masuk.

Ia menuturkan kementerian dan lembaga juga harus ikut bertanggung jawab atas masuknya bahan-bahan baku tersebut.

Ia meyakini pelaku melibatkan oknum aparat negara, termasuk dari kepemilikan senjata api.

Pengusutan itu, lanjut dia, sepenuhnya akan diserahkan kepada kepolisian.

Sebelumnya, BNN mengamankan 13 juta butir PCC siap edar pabrik yang berlokasi di Jalan Halmahera Raya, Kota Semarang, Jawa Tengah.

Pabrik yang ada di semarang itu memproduksi hingga jutaan butir per pekan.

Dalam pengungkapan itu, polisi menangkap Djoni, pemilik pabrik yang merupakan rumah kontrakan itu.

Selain itu, pemilik modal yang bernama Sri Anggono asal Tasikmalaya, Jawa Barat juga ditangkap.

Dengan produksi sebanyak itu, keuntungan bersih yang diperoleh mencapai Rp2,7 miliar per bulan.


13 Juta PCC Diamankan

Badan Narkotika Nasional (BNN) mengamankan 13 juta butir PCC (Paracetamol Caffein Carisoprodol) siap edar pabrik yang berlokasi di Jalan Halmahera Raya, Kota Semarang, Jawa Tengah.

Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso di Semarang, Senin, mengatakan, pabrik yang ada di semarang itu memproduksi hingga jutaan butir per pekan.

Dalam pengungkapan itu, polisi menangkap Djoni, pemilik pabrik yang merupakan rumah kontrakan itu.

Selain itu, pemilik modal yang bernama Sri Anggono asal Tasikmalaya, Jawa Barat juga ditangkap.

"Dengan produksi sebanyak itu, keuntungan bersih yang diperoleh mencapai Rp2,7 miliar per bulan," katanya.

Ia menegaskan para pelaku mendapatkan uang besar dari hasil merusak generasi Indonesia.

Pabrik PCC ini sendiri sudah memiliki pasar tersendiri.

"Produk ilegal ini dipasarkan ke wilayah Kalimantan," katanya.

Ia mengungkapkan butuh pengintaian sekitar lima bulan untuk membongkar jaringan ini.

Ia menyebut jaringan ini bukan pemain baru mengingat proses meracik dan produksinya sudah berpengalaman.

"Ini termasuk industri profesional. Ruang produksinya didesain kedap suara sehingga lingkungan sekitarnya tidak menyadari," katanya.

Pewarta:

Editor : Riski Maruto


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017