Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bengkulu Sudoto mengatakan akan menurunkan tim untuk memantau kondisi pekerja pemilah batu bara di area penumpukan (stockpile) di Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu.

"Tim akan turun ke lapangan untuk menindaklanjuti laporan dan usulan dari anggota Aliansi Tolak Paru Hitam," kata Sudoto di Bengkulu, Kamis.

Saat bertemu anggota Aliansi Tolak Paru Hitam di Kantor Gubernur Bengkulu, Sudoto mengatakan keselamatan kerja dijamin dalam peraturan perundang-undangan, termasuk alat pelindung diri yang harus digunakan oleh setiap pekerja harus sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah.

Dalam waktu dekat lanjut dia, Disnakertrans akan menggelar bulan keselamatan kerja yang akan disandingkan dengan pemberian masker bagi buruh pemilah batu bara di Pulau Baai.

Sebelumnya, Koordinator Aliansi Tolak Paru Hitam Bengkulu Feni Oktavera mengatakan keselamatan para pekerja itu sangat mengkhawatirkan terutama dari sisi kesehatan.

Dalam jangka waktu yang lama, pekerja yang menghirup debu batu bara rawan terkena penyakit pneumoconiosis atau paru-paru hitam.

"Ada 150 perempuan yang bekerja memilah batu bara di kawasan Pelabuhan Pulau Baai yang setiap hari menghirup debu batu bara," kata Feni.

Para pekerja itu hanya menggunakan alat pelengkap diri sederhana yang jauh dari mampu membendung debu masuk ke mulut dan hidung.

Karena itu, anggota aliansi mendesak pemerintah untuk membuat kebijakan yang mewajibkan perusahaan pemilik stockpile menyediakan alat pelindung diri yang standar.

Selain bahaya batu bara yang terhirup langsung oleh pekerja di stockpile, Aliansi Tolak Paru Hitam juga mengkampanyekan penghentian pemakaian energi kotor batu bara sebagai sumber energi listrik.

"Sebelum dibakar saja sudah berpotensi menimbulkan masalah serius bagi kesehatan, apalagi sudah dibakar di PLTU, debunya akan mencemari udara yang kita hirup," katanya.***3***

Pewarta: Helti Marini S

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018