Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Anggota Forum Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatranus) menyusun rencana aksi pengelolaan koridor di lansekap Kerinci-Seblat yang mencakup wilayah Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko Provinsi Bengkulu.
"Penyusunan rencana aksi ini langkah untuk penyelamatan gajah Sumatera dan memastikan keselamatan dan kesejahteran masyarakat," kata Sekretaris Forum Kolaborasi Pengeloalan KEE Koridor Gajah Sumatera di lansekap Kerinci-Seblat, Ali Akbar di Bengkulu, Kamis.
Saat lokakarya penyusunan rencana aksi yang difasilitasi Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK), Ali mengatakan rencana aksi tersebut akan dilaksanakan dalam tiga tahun.
Rencana aksi yang disusun memiliki lima tujuan spesifik yaitu membangun kolaborasi dan dukungan untuk pengelolaan koridor dan penguatan konservasi satwa langka gajah Sumatera, menyediakan informasi ilmiah tentang satwa gajah dan habitatnya sebagai dasar dalam menentukan kegiatan lanjutan.
Tujuan ketiga adalah mitigasi konflik antara manusia dengan gajah, keempat konservasi koridor dan kebutuhan untuk restorasi dan identifikasi pengelolaan alternatif serta pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan dengan pendekatan penguatan ekonomi berbasis potensi lokal dan kawasan ekosistem esensial.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung, Abu Bakar Cekmat mengatakan rencana aksi yang disusun diharapkan aplikatif di lapangan.
"Cukup satu atau dua rencana aksi tapi dapat diterapkan di lapangan karena koridor ini menjadi koridor gajah pertama di Indonesia," kata Abu.
Sementara Kasubdit Koridor dan Kawasan Esensial Dirjen KSDAE KHLK, Mirawati Soedjono mengapresiasi inisiasi koridor gajah di Bengkulu karena sangat partisipatif dan didukung penuh seluruh pemangku kepentingan.
Ia berharap forum kolaborasi KEE Koridor Gajah Seblat ini menghasilkan persahabatan antara manusia dengan gajah.
"Efektifitas koridor ini bisa diukur dengan tingkat konflik gajah dengan manusia menurun dan dalam jangka panjang keragaman genetik gajah," katanya.
Berdasarkan data BKSDA Bengkulu-Lampung, jumlah gajah liar yang hidup di kawasan hutan daerah ini tidak lebih dari 70 ekor dan terus mengalami gangguan akibat kehilangan hutan sebagai habitat dan perburuan liar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018
"Penyusunan rencana aksi ini langkah untuk penyelamatan gajah Sumatera dan memastikan keselamatan dan kesejahteran masyarakat," kata Sekretaris Forum Kolaborasi Pengeloalan KEE Koridor Gajah Sumatera di lansekap Kerinci-Seblat, Ali Akbar di Bengkulu, Kamis.
Saat lokakarya penyusunan rencana aksi yang difasilitasi Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK), Ali mengatakan rencana aksi tersebut akan dilaksanakan dalam tiga tahun.
Rencana aksi yang disusun memiliki lima tujuan spesifik yaitu membangun kolaborasi dan dukungan untuk pengelolaan koridor dan penguatan konservasi satwa langka gajah Sumatera, menyediakan informasi ilmiah tentang satwa gajah dan habitatnya sebagai dasar dalam menentukan kegiatan lanjutan.
Tujuan ketiga adalah mitigasi konflik antara manusia dengan gajah, keempat konservasi koridor dan kebutuhan untuk restorasi dan identifikasi pengelolaan alternatif serta pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan dengan pendekatan penguatan ekonomi berbasis potensi lokal dan kawasan ekosistem esensial.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung, Abu Bakar Cekmat mengatakan rencana aksi yang disusun diharapkan aplikatif di lapangan.
"Cukup satu atau dua rencana aksi tapi dapat diterapkan di lapangan karena koridor ini menjadi koridor gajah pertama di Indonesia," kata Abu.
Sementara Kasubdit Koridor dan Kawasan Esensial Dirjen KSDAE KHLK, Mirawati Soedjono mengapresiasi inisiasi koridor gajah di Bengkulu karena sangat partisipatif dan didukung penuh seluruh pemangku kepentingan.
Ia berharap forum kolaborasi KEE Koridor Gajah Seblat ini menghasilkan persahabatan antara manusia dengan gajah.
"Efektifitas koridor ini bisa diukur dengan tingkat konflik gajah dengan manusia menurun dan dalam jangka panjang keragaman genetik gajah," katanya.
Berdasarkan data BKSDA Bengkulu-Lampung, jumlah gajah liar yang hidup di kawasan hutan daerah ini tidak lebih dari 70 ekor dan terus mengalami gangguan akibat kehilangan hutan sebagai habitat dan perburuan liar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018