Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Masyarakat Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, menolak rencana pemberian tanah yang disengketakan dengan PT Sandaby Indah Lestari (SIL) karena yang berhak memberikan adalah negara bukan perusahaan.
"Kami menolak rencana pemberian tanah sengketa dari PT SIL karena seolah-olah mereka telah memiliki hak guna usaha (HGU) atas konflik pertanahan antara perkebunan kelapa sawit itu dengan ribuan petani," kata Ketua Forum Petani Bersatu Seluma Yan Pakpahan, Rabu.
Menurut dia, selama ini yang berhak memberikan tanah adalah PT Way Sebayur selaku pemilik resmi HGU tanah itu, sedangkan perusahaan itu hingga kini belum mendapatkan HGU.
Lahan yang disengketakan seluas 2.200 hektare masuk dalam kepemilikan perusahaan selama ini lahan itu telah digarap masyarakat untuk perkebunan dan sawah tadah hujan.
Sebelumnya, Kepala BPN Bengkulu Binsar Simbolon menjelaskan PT SIL bersedia memberikan tanah sengketa itu kepada masyarakat namun luasannya masih dikalkulasikan oleh pihak perusahaan, tanah tersebut akan diserahkan ke Pemkab Seluma selanjutnya untuk didistribusikan.
"Hingga kini persoalan tersebut telah diakomodir oleh Pemda setempat dan BPN bertindak sebagai fasilitator saja,"jelas dia.
Skenario kedua, jika masyarakat tidak mau menerima maka akan diganti rugi yang besarannya akan dihitung secara bersama.
Sementara itu para petani dengan tegas menolak skenario yang ditawarkan perusahaan itu karena tidak berhak membagikan tanah itu yang belum memiliki HGU.
Pakpahan menambahkan, sekarang ini seharusnya posisi negara mengakui keberadaan pengelolaan dan kepemilikan warga atas tanah yang diklaim PT SIL.
Kalau BPN menyatakan perusahaan tersebut akan memberikan tanah ke warga, itu berarti BPN berkerja untuk kepentingan SIL.
Sementara itu Direktur Eksekutif Walhi Bengkulu Zenzi Suhadi menjelaskan tanah wilayah konflik warga Seluma dengan SIL sudah masuk kebun kelas V (terlantar) oleh Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu pada 2004, ini artinya BPN harus menjadikan HGU terlantar itu menjadi objek tanah terlantar dan mengakui kepemilikan warga dalam skema reforma agraria.
HGU PT Way sebayur yang sekarang dikuasai oleh PT SIL akan berakhir pada 2012 dan mayoritas tanah dikelola oleh warga lima desa di Seluma.
Konflik PT SIL dengan ratusan warga bermula pada perusahaan PT Way Sebayur mengalami perkara hukum dalam pinjaman keuangan dengan perbankan dan dijatuhi hukuman sehingga seluruh aset perusahaan itu disita termasuk HGU di Kabupaten Seluma yang sekarang dimiliki PT SIL.
Selanjutnya, berdasarkan perintah pengadilan, tanah yang telah dikuasi negara karena disita itu harus dilelang untuk mengembalikan kerugian negara lalu dilelanglah PT Way Sebayur dan dimenangkan oleh PT SIL.
Sebab berperkara di pengadilan sejak 1987 PT Way Sebayur menelantarkan HGU sementara itu proses ganti rugi dengan masyarakat sebelumnya masih tertinggal beberapa masalah sehingga terjadi konflik waktu itu.
Ketika Gubernur Benkulu yang dijabat saat itu oleh Hasan Zen mengeluarkan SK nomor 700/II/BPP 2004 dalam satu klausul surat berisikan "Adanya lahan yang belum dikelola oleh PT Way Sebayur maka diberikan kesempatan warga sekitar melakukan penggarapan lahan yang masih termasuk dalam HGU. SK inilah menjadi alasan masyarakat menggarap tanah milik PT Way Sebayur. (ANT-291)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2011
"Kami menolak rencana pemberian tanah sengketa dari PT SIL karena seolah-olah mereka telah memiliki hak guna usaha (HGU) atas konflik pertanahan antara perkebunan kelapa sawit itu dengan ribuan petani," kata Ketua Forum Petani Bersatu Seluma Yan Pakpahan, Rabu.
Menurut dia, selama ini yang berhak memberikan tanah adalah PT Way Sebayur selaku pemilik resmi HGU tanah itu, sedangkan perusahaan itu hingga kini belum mendapatkan HGU.
Lahan yang disengketakan seluas 2.200 hektare masuk dalam kepemilikan perusahaan selama ini lahan itu telah digarap masyarakat untuk perkebunan dan sawah tadah hujan.
Sebelumnya, Kepala BPN Bengkulu Binsar Simbolon menjelaskan PT SIL bersedia memberikan tanah sengketa itu kepada masyarakat namun luasannya masih dikalkulasikan oleh pihak perusahaan, tanah tersebut akan diserahkan ke Pemkab Seluma selanjutnya untuk didistribusikan.
"Hingga kini persoalan tersebut telah diakomodir oleh Pemda setempat dan BPN bertindak sebagai fasilitator saja,"jelas dia.
Skenario kedua, jika masyarakat tidak mau menerima maka akan diganti rugi yang besarannya akan dihitung secara bersama.
Sementara itu para petani dengan tegas menolak skenario yang ditawarkan perusahaan itu karena tidak berhak membagikan tanah itu yang belum memiliki HGU.
Pakpahan menambahkan, sekarang ini seharusnya posisi negara mengakui keberadaan pengelolaan dan kepemilikan warga atas tanah yang diklaim PT SIL.
Kalau BPN menyatakan perusahaan tersebut akan memberikan tanah ke warga, itu berarti BPN berkerja untuk kepentingan SIL.
Sementara itu Direktur Eksekutif Walhi Bengkulu Zenzi Suhadi menjelaskan tanah wilayah konflik warga Seluma dengan SIL sudah masuk kebun kelas V (terlantar) oleh Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu pada 2004, ini artinya BPN harus menjadikan HGU terlantar itu menjadi objek tanah terlantar dan mengakui kepemilikan warga dalam skema reforma agraria.
HGU PT Way sebayur yang sekarang dikuasai oleh PT SIL akan berakhir pada 2012 dan mayoritas tanah dikelola oleh warga lima desa di Seluma.
Konflik PT SIL dengan ratusan warga bermula pada perusahaan PT Way Sebayur mengalami perkara hukum dalam pinjaman keuangan dengan perbankan dan dijatuhi hukuman sehingga seluruh aset perusahaan itu disita termasuk HGU di Kabupaten Seluma yang sekarang dimiliki PT SIL.
Selanjutnya, berdasarkan perintah pengadilan, tanah yang telah dikuasi negara karena disita itu harus dilelang untuk mengembalikan kerugian negara lalu dilelanglah PT Way Sebayur dan dimenangkan oleh PT SIL.
Sebab berperkara di pengadilan sejak 1987 PT Way Sebayur menelantarkan HGU sementara itu proses ganti rugi dengan masyarakat sebelumnya masih tertinggal beberapa masalah sehingga terjadi konflik waktu itu.
Ketika Gubernur Benkulu yang dijabat saat itu oleh Hasan Zen mengeluarkan SK nomor 700/II/BPP 2004 dalam satu klausul surat berisikan "Adanya lahan yang belum dikelola oleh PT Way Sebayur maka diberikan kesempatan warga sekitar melakukan penggarapan lahan yang masih termasuk dalam HGU. SK inilah menjadi alasan masyarakat menggarap tanah milik PT Way Sebayur. (ANT-291)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2011