Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Repulik Indonesia Bambang Soeroso mengatakan, pihaknya mendorong pemerintah provinsi setempat untuk mengembangkan tanaman kedelai secara besar-besar di daerah ini.

"Kita sejak lama kita meminta Pemprov Bengkulu mengembangkan kedelai lokal guna mengantisipasi kenaikan harga bahan baku tempe dan tahu, tapi tidak direspon dengan baik oleh Dinas Pertanian setempat," kata Bambang Soeroso, di Bengkulu, Jumat.

Hal ini terbukti produksi kedelai Bengkulu hanya 4.000 ton/tahun. Padahal, lahan cukup luas untuk lokasi pengembangkan kedelai lokal di daerah ini, tapi karena SKPD terkait tidak merespon hal tersebut maka  produksi kedelai lokal tidak meningkat.

Akibatnya, perajin tempe dan tahu di Bengkulu moyoritas menggunakan bahan baku kedelai impor yang dipasok dari Lampung dan Jakarta. Namun, ketika harga kedelai impor meroket dari Rp 6.200 menjadi Rp 8.500/kg, maka perajin tempe dan tahu di seluruh Tanah Air menjerit, termasuk di Bengkulu.

Bahkan, perajin tempe dan tahu di daerah ini sempat berhenti produksi selama dua hari sebagai protes atas kenaikan harga kedelai yang tinggi dari Rp6.300 menjadi Rp 8.500/kg.  Namun, sejak Kamis (2/8) mereka sudah kembali memproduksi bahan pangan tersebut.

Kenaikan harga kedelai sekaran, kata Bambang menjadi bahan pelajaran bagi pemerintah yang secara terus menerus melakukan impor kedelai dari Amerika Serikat dan mengabaikan potensi kedelai di dalam negeri.

Menyikapi masalah kedelai tersebut, DPD-RI sudah meminta pemerintah menghentikan impor kedelai dari Amerika Serikat, serta meminta Kementan agar mendorong daerah mengembangkan tanaman tersebut secara besar-besaran.

Dengan demikian, produksi kedelai dalam negeri akan menignkat, sehingga kedelai impor secara perlahan dapat dikurangi. "Saya sangat optimistis jika semua provinsi dan kabupaten menanam kedelai secara besar-besar dalam tempat singkat produksi kedelai kita akan meningkat secara signifikan," ujarnya.

Jika produksi kedelai kita melimpah, maka perajin tempe dan tahu secara otomastis menghentikan pembelian kedelai impor dan menggunakan bahan baku produksi hasil negeri sendiri.

Namun, pemerintah selain mendorong masyarakat atau petani menanam kedelai, tapi harga beli hasil petani harus ditingkatkan. Sebab, sepanjang harga kedelai murah hanya Rp 4.000/kg maka petani tidak akan tertarik mengembangkan tanaman tersebut.

"Masalah harga kedelai dalam negeri juga sudah kita bicarakan dengan pemerintah dan mereka berjanji akan menaikan harga kedelai lokal. Kalau harga kedelai naik, maka minat petani untuk mengembangkan tinggi," ujarnya.(rga)

Pewarta:

Editor : Rangga Pandu Asmara Jingga


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012