Jakarta (Antaranews Bengkulu) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan kasus demam berdarah dengue (DBD) pada 2017 menurun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

"Dari tahun ke tahun kita menunjukkan upaya perbaikan demam berdarah. Kita sangat berhasil menurunkan kasus DBD di 2017, secara nasional 'Incidence Rate' (angka kejadian) di bawah 49 per 100 ribu penduduk," kata Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Kemenkes, Suwito saat jumpa pers di Jakarta, Selasa.

Jumpa pers yang diselenggarakan Bayer, Kementerian Kesehatan dan International SOS menjadi bagian dari Bayer Vector Control Expert Meeting ke-5 yang pertama kalinya diselenggarakan di Indonesia.

Suwito menyatakan, secara nasional target angka kesakitan atau kasus DBD di Indonesia yakni 49 per 100.000 penduduk. Sementara, capaian Indonesia pada 2017 yakni 26,10 per 100.000 penduduk.

Angka kesakitan atau Incidence Rate (IR) di 34 provinsi di Indonesia pada 2015 mencapai 50,75 per 100.000 penduduk, dan IR di 2016 mencapai 78,85 per 100.000 penduduk.

Angka ini masih lebih tinggi dari target IR nasional yaitu 49 per 100.000 penduduk.

Kemenkes mencatat sebanyak 493 penderita DBD meninggal pada 2017, dan 1.598 kematian akibat DBD pada 2016.

Sementara, dari Januari hingga pertengahan Juli, ada sebanyak 120 penderita DBD yang meninggal berdasarkan data yang masuk dari seluruh provinsi di Indonesia ke Kemenkes.

Lebih lanjut Suwito mengatakan ada empat provinsi yang memiliki IR di atas target nasional yakni Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Bali.

Dia mengemukakan, tidak tercapainya target dapat dipengaruhi sejumlah faktor, di antaranya kurangnya peranserta masyarakat dalam pengendalian vektor atau serangga penular penyakit DBD yakni nyamuk betina Aedes Aegypti.

DBD disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk betina Aedes Aegypti yang menjadi vektor dari penyakit itu.

Selain itu, munculnya kasus DBD juga dipicu perpindahan orang dari satu daerah ke daerah lain seperti di Bali yang mana banyak orang keluar masuk wilayah itu untuk berwisata.

Orang yang datang ke Bali pada saat itu bisa saja telah membawa penyakit DBD ketika masuk ke daerah itu.

Dalam hal ini, ketika nyamuk menggigit seseorang yang terinfeksi virus dengue, maka nyamuk itu akan menjadi pembawa virus, kemudian menggigit orang lain sehingga orang lain akan tertular penyakit DBD.

"Karena kesadaran masyarakat yang kurang untuk menjaga lingkungannya dan dipengaruhi oleh mobilitas masyarakat," ujar Suwito.

Dia mengatakan cara yang paling efektif sejauh ini untuk mengatasi DBD adalah mengendalikan vektor. Pengendalian vektor harus dilakukan secara terpadu baik dengan perubahan perilaku dan lingkungan maupun penggunaan kimia.

Upaya perubahan perilaku manusia ditujukan untuk ikut aktif memberantas sarang nyamuk sehingga menghentikan perkembangbiakan nyamuk itu dengan 3M.

3M yaitu menguras tempat-tempat penampungan air secara rutin, menutup tempat penampungan air dan mendaur ulang barang bekas yang masih bernilai ekonomis.

Selain itu, masyarakat juga bisa menanam tanaman pengusir nyamuk seperti lavender, serai dan zodia di pekarangan rumah atau lingkungan sekitar.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018