Jakarta (Antaranews Bengkulu) - Gubernur Jambi 2016-2021 Zumi Zola Zulkifli didakwa menerima gratifikasi Rp40,477 miliar dolar ditambah 177,3 ribu dolar AS (sekitar Rp2,594 miliar) serta 100 ribu dolar Singapura (Rp1,067 miliar) sehingga total bernilai Rp44,138 miliar serta menyuap anggota DPRD Jambi Rp17,49 miliar.

"Zumi Zola Zulkifli selaku Gubernur Jambi 2016-2021 menerima uang melalui Apif Firmansyah senilai Rp34,639 miliar, melalui Asrul Pandapotan Sihotang sejumlah Rp2,77 miliar dan 147.300 dolar AS serta 1 mobil Toyota Alphard dan melalui Arfan sejumlah Rp3,068 miliar, 30 ribu dolar AS dan 100 ribu dolar Singapura," kata jaksa penuntut umum KPK Tri Anggoro Mukti di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Apif adalah bendahara tim sukses pemilihan Gubernur Jambi sekaligus sekaligus sebagai asisten pribadi Zumi Zola yang salah satu tugasnya adalah mencari dana untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan Zumi serta keluarganya di antaranya meminta agar Apif menyelesaikan utang Zumi selama kampanye gubernur dan memperhatikan adik Zumi yaitu Zumi Laza yang akan dicalonkan sebagai Wali Kota Jambi.

Setelah dilantik pada 12 Februari 2016, Zumi membentuk tim yang diketuai Apif yang salah satu anggotanya adalah Muhammad Imaduddin alias Iim selaku rekanan untuk mengerjakan proyek Tahun Anggaran (TA) 2016 yang belum dilelangkan, sekaligus mengumpulkan fee proyek TA 2016 dari para rekanan maupun kepala dinas organisasi (OPD) Provinsi Jambi.

Iim sejak Februari 2016 bersedia membiayai beberapa kegiatan awal Zumi sebagai gubernur hingga mencapai Rp1,235 miliar 

"Atas saran Apif, terdakwa pada 16 Agustus 2016 melantik Dodi Irawan sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi, dengan pesan melalui Asrul Pandapotan dan Apif agar Dodi lolyal, royal dan total membantu kebutuhan finansial terdakwa serta keluarganya," tambah jaksa Tri.

Dodi Irawan meminta para kabid di Dinas PUPR untuk membuat membuat rekapan sisa "fee" proyek TA 2016. Kepala Bidang Bina Marga PUPR Arfan menyampaikan bahwa hanya tersisa Rp7 miliar sedangkan Kepala Bidang yang lain melaporkan tidak ada sisa fee proyek TA 2016. 

"Terdakwa yang kecewa kemudian mengganti semua Kepala Bidang di Dinas PUPR termasuk Arfan," ungkap jaksa.

Zumi pada November 2016 lalu memerintahkan Apif untuk meminta Dodi dan Iim mengumpulkan "fee" (ijon) dari para rekanan, sehingga sejak September 2016 sampai Mei 2017 terkumpul ijon proyek TA 2017 dari para rekanan yang totalnya mencapai Rp33,404 miliar.

Penerimaan itu berasal dari Iim sejumlah Rp19,404 miliar pada Maret 2016-Mei 2017 yang digunakan untuk berbagai kebutuhan Zumi Zola; penerimaan dari Apif Firmansyah sejak akhir 2016 sampai September 2017 senilai total Rp13 miliar yang berasal dari rekanan dan pejabat pemprov Jambi; serta penerimaan melalui Dody Irawan sejumlah Rp1 miliar yang berasal dari Andi Putra Wijaya untuk keperluan ibunda Zumi.

Namun Zumi memberhentikan Arfan sebagai Kabid Binamarga Dinas PUPR bersama Kepala bidang lainnya, karena Zumi kecewa "fee" proyek yang dikumpulkan tidak memenuhi target.

"Namun terdakwa kemudian pada 7 Agustus 2017 kembali mengangkat Arfan sebagai Kabid Bina Marga setelah Arfan bersedia melaksanakan pesan terdakwa yang disampaikan oleh Asrul bahwa 'Matahari hanya satu dan itu harga mati' serta bersedia mengumpulkan fee," tambah jaksa Tri.

Arfan bahkan diangkat menjadi Plt Kadis PUPR pada 19 Agustus 2017 menggantikan Dody Irawan yang mengundurkan diri pada 16 Agustus 2017 karena tidak sanggup lagi memenuhi permintaan Zumi untuk mengumpulkan "fee" proyek TA 2017.

Hubungan Zumi Zola dengan Apif Firmansyah sejak Mei 2017 pun mulai tidak harmonis sehingga ia dan keluarganya sejak 23 Mei 2017 tidak menjadikan Apif sebagai orang kepercayaan dan menjadikan Asrul Pandapotan Sihotang yang merupakan teman kuliah serta tim sukses Zumi dalam pilkada gubernur sebagai orang kerpecayaannya untuk mengumpulkan fee dari para rekanan maupun OPD.

Asrul lalu mengumpulkan "fee" proyek TA 2017 dari para rekanan melalui Arfan selaku Plt kadis PUPR maupun kepala OPD lainnya yaitu berupa 1 unit mobil Toyota Alphard D 1043 VBM dari Joe Fandi Yoesman alias Asiang pada Agustus 2017 dan uang senilai total Rp2,77 miliar dan 147,300 dolar AS.

Zumi Zola pun masih menerima uang dari Arfan senilai Rp3,068 miliar, 30 ribu dolar AS dan 100 ribu dolar Singapura yang digunakan untuk berbagai keperluan

"Terdakwa selaku penyelenggara negara setelah menerima uang sejumlah Rp40,477 miliar, 177.300 dolar AS dan 100 ribu dolar Singapura serta 1 unit Alphard tidak melapor ke KPK dalam waktu 30 hari kerja sejak terdakwa menerima gratifikasi tersebut padahal penerimaan itu tidak sah menurut hukum," tambah jaksa Tri.

Atas perbuatannya, Zumi Zola didakwakan pasal pasal 12 B atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.

Hukuman bagi penyelenggara yang terbukti menerima gratifikasi adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. 

Selain didakwakan menerima gratifikasi, Zumi Zola bersama-sama dengan Apif Firmansyah, Erwan Malik selaku Plt Sekretaris Daerah provinsi Jambi, Arfan selaku Plt Kadis PUPR Jambi serta Saipupun selaku asisten 3 Sekretariat Daerah Jambi didakwa memberikan suap sejumlah Rp13,09 miliar dan Rp3,4 miliar kepada pimpinan dan anggota DPRD provinsi Jambi periode 2014-2019 agar menyetujui Rancangan Perda APBD TA 2017 menjadi Perja APBD TA 2017 dan Raperda APBD TA 2018 menjadi Perda APBD TA 2018.

Terhadap dakwaan itu, Zumi Zola tidak mengajukan keberatan (eksepsi).

"Pada intinya saya ikuti dan hormati proses hukum yang berlaku. Tadi sudah sama-sama dengar, kita berharap bisa berjalan dengan lancar," kata Zumi Zola seusai sidang.

Sidang dilanjutkan pada 3 September 2018.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018