Kupang (Antaranews Bengkulu) - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana Kupang Dr Johanes Tuba Helan berpendapat gerakan ganti presiden 2019 dapat berimplikasi terhadap keamanan dan ketertiban umum sehingga harus ditindak.

"Secara hukum pemilu, gerakan ganti presiden tidak melanggar hukum, tetapi gerakan seperti itu mengganggu ketertiban dan keamanan karena bisa menimbulkan benturan fisik antara pro dan kontra, sehingga polisi wajib bertindak," kata Johanes Tuba Helan, di Kupang, Kamis. 

Dia mengemukakan itu, ketika dimintai pandangan seputar gerakan ganti presiden 2019 dalam konteks UU Pemilu karena dilaksanakan sebelum masa kampanye presiden.

Menurut dia, kegiatan yang berkaitan dengan mengajak masyarakat untuk mengganti presiden pada Pemilu 2019, dapat pula menjadi ancaman perpecahan bagi sesama anak bangsa.

Karena itu, Polri sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, harus mengambil tindakan tegas dan tidak membiarkan keadaan ini berlarut-larut karena dapat menjadi benih perpecahan.

Mengenai hak menyampaikan pendapat, dia mengatakan, kelompok yang melakukan gerakan ganti presiden tidak bisa menggunakan aturan menyampaikan hak di depan umum sebagai alasan.

"Menyampaikan pendapat di depan umum tidak boleh mengganggu ketertiban umum, sehingga tidak bertentangan dengan kebebasan menyampaikan pendapat," katanya pula.

Johanes Tuba Helan juga sependapat dengan sikap Polri bahwa kegiatan ini dapat berakibat pada mengganggu ketertiban dan keamanan, bahkan mengancam perpecahan.

Dia juga meminta kepada mereka yang menginginkan pergantian presiden agar dapat melakukan kegiatan kampanye secara profesional untuk meyakinkan masyarakat, tanpa melakukan kegiatan yang dapat mengganggu ketertiban dan keamanan.

Pewarta: Bernadus Tokan

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018