Jakarta (Antaranews Bengkulu) - Direktur Utama PT Samantaka Batubara AM Rudy Herlambang mengungkap peran Wakil Ketua Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dalam negosiasi proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).

"Bu Eni memfasilitasi untuk bertemu saja, selanjutnya saya tidak tahu karena setiap ada momen seperti ini setiap ada pembagian tugas seperti tadi karena saya sudah bagi tugas dengan terdakwa, saya teknis terdakwa nonteknis," kata Rudy di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Rudy menjadi saksi untuk pemegang saham Blakgold Natural Resources Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo yang didakwa memberikan hadiah atau janji kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Golkar (saat itu) Idrus Marham senilai Rp4,75 miliar terkait pengurusan proyek IPP PLTU MT RIAU-1.

"Kata Pak Kotjo, Bu Eni membantu kita di proyek RIAU 1, tapi saya tidak tahu posisinya, saya hanya tahu dia anggota DPR saja," tambah Rudy.

Rudy mengaku kenal dengan Eni pada pertengahan 2017 oleh Kotjo. "Saya dikenalkan Bu Eni di ruangan terdakwa, tapi yang dibicarakan bukan masalah RIAU 1 tapi tentang ada kawannya yang punya tambang mau berbicara dengan Samantaka. Beliau (Eni) tidak mengatakan jabatannya apa," ungkap Rudy.

Namun, Eni mulai mengambil peran saat negosiasi dilakukan antara PLN dengan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.

Hal itu terjadi karena berdasarkan Peraturan Presiden No. 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan menyebutkan bahwa pembangunan infrakstruktur ketenagalistrikan dilaksanakan PLN melalui anak perusahaan PLN sebagai bentuk kerja sama PT PLN dengan badan usaha milik asing dengan syarat anak perusahan PLN memiliki saham 51 persen, baik secara langsung atau melalui anak perusahaan PT PLN lainnya.

"Saat itu terdakwa pergi ke Jerman, saya ditelepon Bu Eni, kalau tidak salah tahun 2017 tapi saya tidak berani mengikuti (permintaan Eni), saya harus minta persetujuan terdakwa dulu. Saat itu Bu Eni tanya waktu itu 'Ada apa ini tidak selesai-selesai?' tapi saya katakan yang punya hak untuk menjawab itu BJBI bukan saya, saya minta bu Eni hubungi terdakwa dulu," jelas Rudy.

Menurut Rudy, Kotjo adalah pemegang saham di Blackgold Natural Resources (BNR), sedangkan Blackgold adalah pemegang saham 99 persen di PT Samantaka.

PT Samantaka sendiri bergerak di bidang tambang batu bara dan memiliki izin usaha pertambangan operasi produksi di Riau.

"Awalnya ikut ke proyek ini karena pada 2014 harga batu bara itu 'drop' sedangkan cadangan PT Samantaka banyak sekali. Menurut laporan ada 57 juta ton metrik ton, waktu itu yang diserap oleh pihak lain dalam hal ini kita menjual kita jual 500-600 ribu metrik ton per tahun. Kemudian saya punya ide setelah saya berkonsultasi dengan terdakwa akhirnya bagaimana ide ini kita kembangkan ke IPP RIAU," jelas Rudy.

Atas perbuatannya, Kotjo disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018