Biawak raksasa Komodo (varanus commodoensis) yang menghuni beberapa pulau kecil di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) di ujung barat Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat di Pulau Flores bagian barat, NTT, makin dipadati wisatawan.

Arus kunjungan wisatawan mancanegara ke Komodo ini, tak lepas dari penetapan binatang purba langka tersebut sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Baru (New7wonders) oleh Yayasan New7wonders Foundation yang bermarkas di Swiss.

Menurut Kepala Seksi Sarana Promosi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT Bonevantura Rumat, kunjungan wisatawan mancanegara ke Komodo hingga posisi Juni 2012 mencapai 16.768 orang atau naik sekitar 71,56 persen dari posisi sebelumnya yang hanya mencapai 12.000 orang.

Ia juga mengakui bahwa derasnya arus kunjungan wisman ke Pulau Komodo sebagai akibat dari gencarnya promosi serta penetapan Komodo sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Baru oleh New7wonders Foundation.

Komodo memiliki daya tarik yang luar biasa, karena binatang purba satu-satunya itu masih hidup di planet bumi ini, sehingga mengundang rasa ingin tahu para wisatawan di berbagai belahan dunia untuk melihatnya dari dekat.

Kawasan Taman Nasional Komodo terletak di perbatasan antara Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Kabupaten Manggarai Barat di Pulau Flores bagian barat, NTT yang hanya dipisahkan oleh Selat Sape.

Eloknya pulau-pulau kecil di sekitar Labuan Bajo serta pesona indahnya pemandangan alam di sekitarnya, membuat wisatawan bertambah teduh menuju ke Pulau Komodo dengan perahu motor dari pintu masuk Labuan Bajo di ujung barat Pulau Flores.

Meningkatnya arus kunjungan wisman tersebut, kata Bonaventura, membawa dampak positif terhadap peredaran uang di Labuan Bajo yang jika ditaksasi mencapai sekitar Rp838 miliar lebih.

Angka peredaran uang tersebut dihitung berdasarkan asumsi bahwa setiap wisman yang datang ke daerah itu selama sehari mengeluarkan biaya minimal Rp1 juta untuk memenuhi sejumlah kebutuhannya, baik akomodasi, transportasi serta makan dan minum.

"Jika kita asumsikan rata-rata wisman yang berkunjung ke Labuan Bajo mengeluarkan uang sebesar Rp1 juta per hari dengan lima hari dengan 16.768 orang wisatawan yang ada maka diperoleh Rp838 miliar," katanya menjelaskan.

Mencermati kondisi riil tersebut, kata dia, taraf hidup serta kondisi ekonomi masyarakat di ujung barat Pulau Flores itu akan ikut membaik pula.

"Inilah muara akhir dari harapan kita agar masyarakat di sekitarnya dapat meningkatkan taraf hidupnya lewat sektor pariwisata. Dan, mereka sudah mendapatkannya," ujarnya.

Terhadap kesiapan infrastruktur dan sejumlah daya dukung kepariwisataan di Labuan Bajo sebagai pintu masuk utama menuju Taman Nasional Komodo,  dia mengaku masih mengalami sejumlah kekurangan, kendatipun untuk ketersediaan hotel berbintang sudah cukup memadai.

Di Labuan Bajo saat ini, sudah berdiri dua hotel bintang tiga dan sebuah hotel bintang empat.

Namun, daya dukung infrastruktur lainnya seperti jalan, jembatan serta transportasi, baik darat maupun udara pun masih butuh sejumlah sentuhan untuk peningkatan ke arah yang lebih baik.

Fasilitas yang dimiliki Bandara Komodo di Labuan Bajo sebagai pendukung utama transportasi udara, masih kecil ukurannya sehingga belum bisa didarati pesawat berbadan lebar seperti B-737 dan sejenisnya.

"Sarana transportasi laut menuju Komodo sudah cukup memadai. Wisatawan mancanegara yang hendak berkunjung ke Komodo melalui pintu Labuan Bajo, umumnya menggunakan kapal pesiar dan kapal-kapal milik pribadi yang datang langsung dari negara asalnya.

NTT dikenal wisatawan mancanegara bukan hanya karena Komodo yang telah "dibaptis" menjadi "New7wonders", tetapi juga memiliki keajaiban alam lainnya yang tak ada di dunia seperti danau tiga warna di puncak Gunung Kelimutu di wilayah Kabupaten Ende, Pulau Flores bagian tengah yang sempat dihuni Bung Karno pada masa pengasingannya.

Danau tiga warna di puncak Gunung Kelimutu itu, sering berubah warna pada waktu-waktu tertentu akibat bergeseran kulit bumi. Perubahan warna inilah yang kemudian memunculkan makna keajaiban.

Selain itu, NTT juga memiliki keindahan alam bawah laut seperti di Teluk Maumere, Kabupaten Sikka, 17 Pulau di Riung di wilayah Kabupaten Nagekeo serta Kabupaten Alor.

Ada juga atraksi budaya di Pulau Sumba yang disebut "Pasola"--menombak lawan dengan lembing sambil menunggang kuda--serta ritual keagamaan di Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur yang dikenal dengan "Prosesi Jumat Agung".

Ketua Yayasan Cinta Bahari AntarNusa Raymond Lesmana mengatakan agar kekayaan pariwisata yang dimiliki NTT tersebut terus dikembangkan oleh swasta dan pemerintah daerah sehingga bisa berkembang menjadi industri pariwisata dunia.

Raymond Lesmana yang bertugas khusus sebagai fasilitator proyek "Sail Indonesia" itu merasa prihatin dengan kondisi pariwisata di NTT, karena tidak dikelola secara maksimal untuk mendatangkan devisa bagi daerah.

"Sail Indonesia kita selenggarakan setiap tahun, namun masyarakat NTT kurang siap menyambut momentum tersebut. Seharusnya banyak cinderamata yang disiapkan untuk memenuhi kebutuhan para turis. Tetapi, hal ini terkesan jarang," ujarnya.

Dalam pengamatannya, ia melihat bahwa sektor yang paling potensial dalam upaya percepatan dan peningkatan ekonomi rakyat NTT adalah sektor pariwisata, tetapi hal ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan publik.

"Pemerintah pusat tahu bahwa sektor ini sangat menjanjikan sehingga dirancang masuk dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), selain perikanan dan peternakan untuk Koridor Bali-Nusa Tenggara," kata Lesmana.

Tiga kegiatan ekonomi ini dipilih karena diketahui bahwa sektor pariwisata, perikanan dan peternakan berkontribusi besar terhadap PDRB masing-masing provinsi yaitu sebesar 47 persen (Bali), 36 persen (NTB) dan 56 persen (NTT).

Dengan rata-rata peningkatan kontribusi terhadap PDRB sebesar 11 persen per tahun selama lima tahun terakhir, ketiga kegiatan tersebut dapat berpotensi untuk menjadi mesin penggerak perekonomian di Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara.

"Lewat koridor ekonomi ini diharapkan perekonomian NTT bisa bertumbuh signifikan. Dalam konteks itulah, sektor pariwisata mestinya menjadi leading sector, lokomotif pembangunan ekonomi NTT. Pariwisata harus menjadi pilar dinamika perekonomian NTT," demikian Raymond Lesmana. (ANT)

Pewarta: Laurensius Molan

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012