Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Akademisi Universitas Bengkulu mengembangkan penelitian soal kesiapan daerah terhadap potensi bencana, dan merencanakan hasil penelitian tersebut disiapkan menjadi cetak biru siaga bencana untuk Provinsi Bengkulu.

"Bengkulu belum memiliki cetak biru daerah dengan mitigasi bencana, sementara daerah ini berada sepanjang 525 kilometer di pesisir pantai," kata DR Hardiansyah ST, MT, di Bengkulu, Jumat.

Sepanjang pesisir Bengkulu sendiri merupakan pertemuan lempengan aktif Eurasia dengan Indo-australia, sehingga membuatnya menjadi daerah rawan gempa tektonik dan juga berpotensi tsunami.

Untuk topografinya pun lanjut Hardiansyah, merupakan daerah landai dengan daratan yang hampir sama tinggi dengan permukaan laut.

"Pasca gempa pada tahun 2000 dan 2007, pemerintah daerah memang telah merancang arah dan titik evakuasi, kita mengapresiasi itu," tuturnya.

Namun untuk menjadikan daerah yang terintegrasi dengan mitigasi bencana yang baik tentunya tidak cukup dengan penentuan titik evakuasi saja.

Banyak hal yang harus dipersiapkan, seperti penataan kota, kesiapan infrastruktur, model bangunan yang tahan gempa dan daerah aman.

"Oleh karena itu daerah perlu cetak biru sebagai dasar pembangunan infrastruktur ke depannya," kata dia.

Seperti jalur akses keluar dari destinasi pantai harus lah dengan lebar jalan yang memadai, sehingga jika terjadi kepanikan saat gempa, arus lalu lintas tetap terkendali.

Bangunan-bangunan di sekitar jalur evakuasi, harus dipastikan tidak akan mengganggu evakuasi. Jika bangunan bertingkat, pemerintah daerah bisa mewajibkan pemilik membangunnya dengan model tahan gempa.

"Selain itu, kami meneliti titik poin evakuasi, dengan model daerah radius aman 1, 2 dan 3," ujarannya.

Untuk penelitian, akan dikembangkan di Kabupaten Mukomuko, Kota Bengkulu dan beberapa daerah lain yang berada di pesisir pantai.

Pewarta: Boyke ledy watra

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018