"Kami melakukan pengawasan terkait dengan tata kelola ini sudah dari sejak 2021 dan perbaikannya luar biasa. Setelah kami mendengarkan ternyata per 1 Mei 2024 angkanya drop dari 2,3 juta di tahun 2023 menjadi 1,7 juta dan per hari ini menjadi 1,9 juta," ucap anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika disela kegiatan Sosialisasi Kebijakan Pupuk Bersubsidi di Surabaya, Senin.
Pihaknya menduga, ada lima unsur yang menjadi penyebab turunnya penebusan pupuk subsidi di kalangan petani di Indonesia.
"Pertama penerapan I-Pubers atau aplikasi penyaluran pupuk bersubsidi milik Kementan, apakah aplikasi tersebut bermasalah karena terlalu cepat diterapkan. Kami akan dalami lagi," tuturnya.
Kedua, kata dia, pergeseran musim tanam, yang kemungkinan bisa menunda penebusan pupuk subsidi karena baru menanam lagi pada Mei atau Juni.
"Namun kami juga harus lihat lebih detail apakah juga demikian menjadi penyebab dominannya," katanya.
Selanjutnya, dugaan ketiga mengarah pada persoalan kios yang tidak memiliki modal untuk menyalurkan pupuk bersubsidi kepada petani.
"Persoalan kios tidak memiliki modal sehingga dia tidak mampu menyediakan stok yang awal," tuturnya.
Selain itu, lanjutnya, ada persoalan data dan keuntungan kios dari menjual pupuk subsidi yang tidak pernah naik sejak 2010.
"Di antara itu semua, sebenarnya ada lima yang diduga menjadi penyebab permasalahan penyaluran pupuk bersubsidi. Nanti faktor mana yang yang dominan, kami akan lihat dalam waktu satu bulan ini," ujarnya.