Pekanbaru (Antaranews Bengkulu) - Keluarga salah seorang korban mengungkapkan ada 19 orang tenaga kerja Indonesia yang tidak punya dokumen atau ilegal, berada di atas kapal yang diduga tenggelam di perairan Selat Malaka pada akhir November lalu.
Seorang tenaga kerja Indonesia (TKI), Anto (45) yang dihubungi Antara dari Pekanbaru pada Rabu, mengatakan salah satu jenazah yang berhasil diidentifikasi adalah adik iparnya yang bernama Mimi Dewi. Korban adalah seorang janda beranak satu, asal Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat.
Anto mengatakan terakhir berkomunikasi lewat telepon seluler dengan Mimi pada 21 November. Mimi adalah salah satu dari 10 jenazah yang ditemukan tewas terapung oleh nelayan di Kabupaten Bengkalis, Riau.
Akhirnya terungkap bahwa Mimi, perempuan berusia 32 tahun, adalah TKI yang bertolak dari sebuah pelabuhan di Malaka, Malaysia, dari jalur tidak resmi dengan sebuah kapal menuju Indonesia.
"Dia (Mimi) berangkat tanggal 21 November lalu bersama anaknya lewat jalur tidak resmi. Itu terpaksa, karena semua dokumen dan paspornya rusak akibat banjir. Kalau dia ada dokumen, tidak akan saya bolehkan adik saya itu berangkat dari sana," kata Anto yang merupakan abang ipar Mimi ketika dihubungi Antara.
Baca juga: Polisi selidiki penemuan delapan mayat misterius di Selat Malaka
Anto menjelaskan Mimi selama lima tahun terakhir bekerja sebagai pelayan kedai, dan tinggal tak jauh dari rumahnya di daerah Kajang, sekitar 20 kilometer dari Kota Kuala Lumpur, Malaysia. Mimi punya satu orang putri berusia enam tahun bernama Maiza, yang akrab disapa Kecik-kecik karena badannya yang mungil.
Sejak bercerai dari suaminya, Maiza kerap dititipkan di rumah Anto sehingga sudah dianggap sebagai anaknya sendiri. Bahkan, Maiza memanggil Anto dengan sebutan ayah.
Anto terakhir berkomunikasi dengan Mimi pada 21 November sekitar jam 10 malam waktu setempat. Saat itu Mimi mengatakan sudah berada di dalam kapal yang hendak berangkat dari sebuah area di Kota Malaka. Mimi tidak bercerita dengan detil ke Anto perihal kapal apa yang digunakannya, hanya mengatakan ada 19 orang di kapal itu.
"Dia cerita ada 19 orang di kapal itu, perempuan hanya dua orang yakni dirinya dan anaknya. Kapal itu rencana berangkat jam 12 malam. Tidak lama kami bercakap-cakap karena dia takut ketahuan kalau menelepon dan minta jangan dihubungi dulu," katanya.
Anto mengatakan tidak tahu pasti bagaimana Mimi bisa berangkat dengan kapal itu. Yang ia tahu pasti, jalur itu bukan lewat pelabuhan resmi. Biaya untuk bisa menyeberang bervariasi, berkisar 700 Ringgit Malaysia (RM) hingga 900 RM, atau berkisar Rp2,4 juta hingga Rp3,1 juta per orang tergantung negosiasi dengan orang yang mengurus keberangkatan. Rute yang biasa dilalui adalah dari Malaka menyeberangi Selat Malaka dan masuk ke Indonesia melalui Pulau Rupat di Kabupaten Bengkalis, Riau.
"Saya pun belum pernah naik kapal seperti itu, karena kalau pulau ke Indonesia selalu pakai jalur resmi. Tapi kabarnya kapal itu makan waktu sekira empat jam untuk mencapai Pulau Rupat," katanya.
Anto mulai merasa cemas karena sehari setelah berangkat telepon seluler Mimi tidak kunjung bisa dihubungi. Justru dari media sosial ia mengetahui bahwa nelayan Bengkalis menemukan mayat yang mengapung di laut. Ia kemudian mengontak keluarga Mimi di Sumbar untuk mengecek ke Pekanbaru, dan ternyata benar Mimi adalah satu dari jenazah yang ditemukan tersebut.
Keluarga Mimi mengenalinya dari pakaian dan barang-barangnya yang masih melekat di tubuh jenazah. Salah satunya adalah dari kutang yang juga berfungsi sebagai kantong rahasia untuk menyembunyikan uang.
"Mimi selalu pakai kutang seperti orang tua, yang dipakainya untuk menyimpan duit. Dari sana akhirnya ketahuan karena dari duitnya juga masih ada di kutangnya," kata Anto.
Namun, hingga kini nasib Maiza belum bisa diketahui. Hal ini membuat Anto dan keluarganya di Malaysia gusar. Sudah seminggu terakhir ia bolak-balik ke Malaka untuk mencari informasi, tapi nihil.
"Informasi kapalnya karam, ataupun ditangkap, tidak ada sama sekali. Ini aneh sekali, karena kalau kapalnya karam pastilah puing-puing atau barang-barang ditemukan juga di laut. Tapi yang ada hanya mayat-mayat saja," katanya.
Keberadaan Maiza yang hingga kini tak diketahui membuat dirinya stres. Karena rencananya, Maiza ikut pulang bersama ibunya ke Sumatera Barat untuk bersekolah di sana. Mimi juga berencana tidak akan kembali lagi ke Malaysia karena akan merawat ibunya yang kini sakit parah.
"Saya mohon dengan sangat agar pemerintah Indonesia mencari Maiza. Tolong temukan dia, dan ungkap apa yang sebenarnya terjadi. Karena kejadian ini sangat aneh," katanya.
Polda Riau hingga kini belum bisa memastikan insiden kapal tenggelam tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018
Seorang tenaga kerja Indonesia (TKI), Anto (45) yang dihubungi Antara dari Pekanbaru pada Rabu, mengatakan salah satu jenazah yang berhasil diidentifikasi adalah adik iparnya yang bernama Mimi Dewi. Korban adalah seorang janda beranak satu, asal Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat.
Anto mengatakan terakhir berkomunikasi lewat telepon seluler dengan Mimi pada 21 November. Mimi adalah salah satu dari 10 jenazah yang ditemukan tewas terapung oleh nelayan di Kabupaten Bengkalis, Riau.
Akhirnya terungkap bahwa Mimi, perempuan berusia 32 tahun, adalah TKI yang bertolak dari sebuah pelabuhan di Malaka, Malaysia, dari jalur tidak resmi dengan sebuah kapal menuju Indonesia.
"Dia (Mimi) berangkat tanggal 21 November lalu bersama anaknya lewat jalur tidak resmi. Itu terpaksa, karena semua dokumen dan paspornya rusak akibat banjir. Kalau dia ada dokumen, tidak akan saya bolehkan adik saya itu berangkat dari sana," kata Anto yang merupakan abang ipar Mimi ketika dihubungi Antara.
Baca juga: Polisi selidiki penemuan delapan mayat misterius di Selat Malaka
Anto menjelaskan Mimi selama lima tahun terakhir bekerja sebagai pelayan kedai, dan tinggal tak jauh dari rumahnya di daerah Kajang, sekitar 20 kilometer dari Kota Kuala Lumpur, Malaysia. Mimi punya satu orang putri berusia enam tahun bernama Maiza, yang akrab disapa Kecik-kecik karena badannya yang mungil.
Sejak bercerai dari suaminya, Maiza kerap dititipkan di rumah Anto sehingga sudah dianggap sebagai anaknya sendiri. Bahkan, Maiza memanggil Anto dengan sebutan ayah.
Anto terakhir berkomunikasi dengan Mimi pada 21 November sekitar jam 10 malam waktu setempat. Saat itu Mimi mengatakan sudah berada di dalam kapal yang hendak berangkat dari sebuah area di Kota Malaka. Mimi tidak bercerita dengan detil ke Anto perihal kapal apa yang digunakannya, hanya mengatakan ada 19 orang di kapal itu.
"Dia cerita ada 19 orang di kapal itu, perempuan hanya dua orang yakni dirinya dan anaknya. Kapal itu rencana berangkat jam 12 malam. Tidak lama kami bercakap-cakap karena dia takut ketahuan kalau menelepon dan minta jangan dihubungi dulu," katanya.
Anto mengatakan tidak tahu pasti bagaimana Mimi bisa berangkat dengan kapal itu. Yang ia tahu pasti, jalur itu bukan lewat pelabuhan resmi. Biaya untuk bisa menyeberang bervariasi, berkisar 700 Ringgit Malaysia (RM) hingga 900 RM, atau berkisar Rp2,4 juta hingga Rp3,1 juta per orang tergantung negosiasi dengan orang yang mengurus keberangkatan. Rute yang biasa dilalui adalah dari Malaka menyeberangi Selat Malaka dan masuk ke Indonesia melalui Pulau Rupat di Kabupaten Bengkalis, Riau.
"Saya pun belum pernah naik kapal seperti itu, karena kalau pulau ke Indonesia selalu pakai jalur resmi. Tapi kabarnya kapal itu makan waktu sekira empat jam untuk mencapai Pulau Rupat," katanya.
Anto mulai merasa cemas karena sehari setelah berangkat telepon seluler Mimi tidak kunjung bisa dihubungi. Justru dari media sosial ia mengetahui bahwa nelayan Bengkalis menemukan mayat yang mengapung di laut. Ia kemudian mengontak keluarga Mimi di Sumbar untuk mengecek ke Pekanbaru, dan ternyata benar Mimi adalah satu dari jenazah yang ditemukan tersebut.
Keluarga Mimi mengenalinya dari pakaian dan barang-barangnya yang masih melekat di tubuh jenazah. Salah satunya adalah dari kutang yang juga berfungsi sebagai kantong rahasia untuk menyembunyikan uang.
"Mimi selalu pakai kutang seperti orang tua, yang dipakainya untuk menyimpan duit. Dari sana akhirnya ketahuan karena dari duitnya juga masih ada di kutangnya," kata Anto.
Namun, hingga kini nasib Maiza belum bisa diketahui. Hal ini membuat Anto dan keluarganya di Malaysia gusar. Sudah seminggu terakhir ia bolak-balik ke Malaka untuk mencari informasi, tapi nihil.
"Informasi kapalnya karam, ataupun ditangkap, tidak ada sama sekali. Ini aneh sekali, karena kalau kapalnya karam pastilah puing-puing atau barang-barang ditemukan juga di laut. Tapi yang ada hanya mayat-mayat saja," katanya.
Keberadaan Maiza yang hingga kini tak diketahui membuat dirinya stres. Karena rencananya, Maiza ikut pulang bersama ibunya ke Sumatera Barat untuk bersekolah di sana. Mimi juga berencana tidak akan kembali lagi ke Malaysia karena akan merawat ibunya yang kini sakit parah.
"Saya mohon dengan sangat agar pemerintah Indonesia mencari Maiza. Tolong temukan dia, dan ungkap apa yang sebenarnya terjadi. Karena kejadian ini sangat aneh," katanya.
Polda Riau hingga kini belum bisa memastikan insiden kapal tenggelam tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018