Mukomuko (ANTARA Bengkulu) - Petani kebun sawit di Kabupaten Mukomuko, Povinsi Bengkulu mengeluh sejak harga tandan buah sawit di daerah itu terus turun dari Rp900 menjadi Rp850/kg perekonomian mereka terpuruk

Abu Zaman (47), seorang petani sawit di Kecamatan XIV Koto Abuzam, di Mukomuko, Sabtu, mengatakan sejak harga tandan buah segar (TBS) turun, dirinya semakin kesulitan mencari uang dan terpaksa harus pinjam untuk ongkos anaknya berangkat ke Kota Bengkulu yang sedang kuliah setelah selesai libur di wilayahnya.

"Tidak hanya kami mas, petani lain juga saat ini kesulitan biaya anak mereka yang minta ongkos untuk berangkat ke Kota Bengkulu," kata petani kebun sawit yang punya lahan seluas dua haktera tersebut.

Bahkan sejak harga buah sawit turun, kata dia, banyak tanaman sawit petani yang tidak lagi terurus apalagi diberikan pupuk baik jenis KCL maupun urea.

"Jangankan mau kasih pupuk untuk biaya penyemprotan saja sekarang itu tidak cukup lagi, jadi uang hasil panen itu alhamdulillah cukup untuk makan keluarga kami saja setiap bulan," ujarnya.

Selain itu, ia juga mengeluhkan, kenaikan harga pupuk jenis KLC saat ini menjai Rp305.000 dari sebelumnya Rp300.000 per karung, termasuk harga pupuk ures dari Rp120.000 menjadi Rp122.000 per karung, isi 50 kilogram.

"Harga pupuk juga sekarang naik, jadi kami tidak bisa berbuat terpaksa kebun tidak lagi dipupuk," ujarnya.

Menurut dia, jika sampai dua bulan kedepan harga buah sawit tidak juga naik, maka kemungkinan banyak dari masyarakat setempat yang mayoritas sebagai petani sawit terperuk ekonominya.

"Tinggal nunggu waktunya saja mas, sekarang saja sudah "kembang kempis" kantong kami untuk membiayai keperluan keluarga sehari-hari," ujarnya. Petani sawit lainya Edi berharap agar pemerintah setempat mencari penyebab turunnya harga buah sawit seperti di daerah lain ada tim penetapan harga yang langsung dari Gubernur mereka.

"Buah sawit itu rendahnya cuma di Mukomuko, kalau di harga sawit ditingkat petani Jambi mencapai Rp1.300 hingga 1.400 per kilogram, termasuk di perbatasan Lubuklinggau dan Jambi," ujarnya membandingkan harga dari informasi keluarganya yang tinggal di Jambi dan Lubuklinggau.

Sementara itu Kepala Bagian Administrasi Ekonomi dan Aset Daerah Pemerintah Kabupaten Mukomuko, Edi Yanto sebelumnya mengatakan, pihaknya berencana membentuk tim penetapan harga tandan buah segar (TBS) di daerah itu. "Kalau rencana pembentukan tim memang ada, namun perlu tenaga khusus yang bisa mengetahui rendemen tandan buah segar (TBS)," kata dia.

Hal itu disampaikannya terkait tidak pernah stabil dan seringnya harga TBS diturunkan secara sepihak oleh manajemen pabrik kelapa sawit di daerah itu. Menurut dia, tidak hanya petani sawit saja yang merasakan dan mengeluhkan turunnya harga TBS tetapi hampir mayoritas warga termasuk pegawai negeri sipil (PNS) yang memiliki kebun sawit di daerah itu.

"Seperti kawan-kawan PNS yang punya kebun sawit juga merasakan hal yang sama ketidakjelasan harga TBS di daerah itu," ujarnya.  Bahkan,  dengan banyaknya pabrik kelapa sawit (PKS) sekitar 11 PKS di daerah itu justru tidak menjadi pedoman harga TBS menjadi bersaing guna menarik petani menjual di pabriknya.

Terkait rencana pembentukan tim pengawasan dan penetapan TBS, ia mengakui, bahwa tim tersebut pernah ada di tingkat provinsi tetapi pelaksanaannya tidak pernah turun di daerah itu. "Dalam Permentan Nomor 295 Tahun 2006 tentang penetapan harga TBS, bahwa tim tersebut selain dibentuk oleh gubernur, juga bisa oleh bupati setempat, sehingga tidak ada kendala jika daerah ini mau membentuk tim," ujarnya lagi.

Jika daerah itu belum ada tenaga profesional untuk mengetahui rendeman TBS, ia mengatakan, bisa mengunakan tenaga dari provinsi lain seperti Pekanbaru dan Medan yang telah memiliki tenaga itu.Atau, lanjutnya, pemerintah setempat yang mengirimkan personel belajar di daerah yang sudah punya tim pengawasan dan penetapan harga TBS agar tahu tentang rendemen buah sawit.(fto)


Pewarta:

Editor : Rangga Pandu Asmara Jingga


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012