Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Para petani di beberapa kabupaten di Provinsi Bengkulu tetap menanam nilam, meskipun harganya pada tingkat pedagang pengumpul akhir-akhir ini anjlok.

Tanaman nilam itu bisa tumpang sari dengan tanaman tahunan seperti karet, kelapa sawit dan lainnya sebelum tanaman itu besar, kata seorang petani nilam di kabupaten Rejang Lebong Ahmad, Jumat.

"Kami sejak dulu rutin menanam nilam dan bahkan ditanam di pematang sawah karena tumbuhan itu tidak memakan tempat dan sejenis dengan tanaman ketela rambat, namun harga minyaknya sewaktu-waktu akan naik," katanya.

Harga minyak nilam (asteri) pada tingkat pedagang pengumpul lokal berkisar antara Rp350 ribu-Rp360 ribu per liter, sedangkan sebelumnya sempat mencapai Rp540 ribu perliter.

Ia menjelaskan, tanaman nilam itu hanya diambil minyaknya setelah disuling dengan alat tradisonal, setiap liter minyak menghabiskan daun kering sekitar sepuluh kilogram.

Namun bisa juga delapan kilogam daun kering bisa menghasilkan minyak nilam satu liter dan tergantung tanah tempat nilam itu ditanam. Satu kali tanam bisa tiga kali panen.

Tanaman nilam itu bisa dipanen setelah berumur enam bulan, setelah itu kembali tumbuh tunas pertama dan bisa dipanen hingga panen ketiga kalinya sudah tidak produktif.

Ia mengatakan, pada saat harga minyak nilam itu turun petani biasanya menyimpan dalam suatu tempat aman yaitu sebuah drum atau jerigen palstik, setelah dikumpul dalam jumlah banyak biasanya baru dijual dengan pedagang besar dari Sumatra Utara dan Sumatra Barat.

Beberapa tahun lalu harga minyak nilam pada tingkat petani mencapai Rp1,1 juta perliter, dengan demikian petani sangat tertarik untuk menyimpan menjadi stok, katanya.

Seorang pedagang pengumpul hasil bumi, lada hitam dan rempah di Kota Bengkulu Sumarni mengatakan, saat harga minyak nilam rendah, biasanya petani tidak menjualnya secara eceran.

Berbeda dengan harga beli pedagang pengumpul tinggi, biasanya petani setiap minggu atau hari pekan menjual minyak nilam untuk membeli kebutuhan pokok rumah tangga.

Kalau harga anjlok seperti sekarang petani cenderung menjual buah kelapa sawit atau karet, sedangkan minyak nilam distok sampai menunggu harganya kembali naik, ujarnya.  

Luas tanaman nilam pada beberapa sentra produksi di wilayah itu terus menurun , hingga saat ini masing-masing daerah rata-rata memiliki 500 ha antara lain di Kabupaten Lebong dan Kabupaten Bengkulu Utara.

Sementara harga lada hitam pada tingkat pedagang pengumpul di sentra Produksi Kabupaten Kepahiang juga turun dari Rp52.000/kg  menjadi Rp50.000 per kilogram.

Sedangkan harga pada pedagang di Kota Bengkulu dari Rp45.000/kg turun menjadi Rp40.000 per kilogram, Lada hitam di Bengkulu dipasok dari beberapa sentra produksi antara lain di Kabupaten Kepahiang, Bengkulu Selatan dan Kabupaten Kaur, sementara permintaan paling tinggi dari pedagang besar dari Sumtara Barat dan Sumatra Utara.

Sedangkan harga lada putih itu tetap dijual Rp75.000 per kilogram dan sampai sekarang masih didatangkan dari Provinsi Bangka Belitung melalui daerah Sumsel, kemudian pedagang daerah itu memasarkan ke pedagang besar di Bengkulu.

Kepala Dinas perkebunan Provinsi Bengkulu Ir Riky Gunarwan mengatakan, luas perkebunan lada mencapai 10.254 ha dengan produksi 4.110,54 ton per tahun, tersebar di beberapa kabupaten, antara lain Kabupaten Bengkulu Selatan, Rejang Lebong danKabupaten Kaur serta Kabupaten Mukomuko.(T.Z005/H009)

Pewarta:

Editor : AWI-SEO&Digital Ads


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012