Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. Johanes Tuba Helan, Mhum menilai, sebagian petitum permohonan Prabowo-Sandi ke Mahkamah Konstitusi (MK) sudah di luar konteks.
"Menurut saya, dari 15 petitum permohonan yang disampaikan ke MK, sebagiannya sudah diluar konteks, yang tidak dalam kewenangan MK," kata Johanes Tuba Helan kepada Antara di Kupang, Senin.
Dia mengemukakan pandangan itu, ketika diminta pandangan seputar petitum permohonan Prabowo-Sandi yang diajukan oleh Tim hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Pengamat menilai permohonan Prabowo-Sandi bermasalah
Menurut dia, jika ada pelanggaran dalam pelaksanaan pemilu menjadi kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), peradilan TUN dan peradilan umum untuk kasus pidana, sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK) hanya menangani sengketa hasil Pemilu.
Karena itu, sebagian dari petitum permohonan Prabowo-Sandi, sesungguhnya bukan menjadi bagian dari ranah Mahkamah Konstitusi (MK).
Misalnya, petitum permohonan yang meminta Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi pasangan calon Jokowi-Ma'ruf.
Baca juga: Andre Rosiade: Hoaks informasi BPN fasilitasi aksi massa 26-28 Juni
Permintaan diskualifikasi pasangan calon ini tidak lazim masuk dalam Permohonan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Petitum lainnya adalah meminta Hakim Konstitus memberhentikan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan melakukan proses pergantian komisioner yang baru, tetapi disisi lain tim hukum Prabowo-Sandiaga juga meminta ada pemungutan suara ulang.
"Kalau permohonan pemungutan suara ulang (PSU) memang lazim sekali dimasukan dalam petitum, tetapi yang tidak lazim, tim kuasa hukum minta anggota KPU diganti dulu," katanya Johanes Tuba Helan.
Hanya saja, menurut Johanes Tuba Helan, petitum permohonan yang disampaikan tim hukum Prabowo-Sandi harus bisa dibuktikan dalam persidangan di MK.
Baca juga: Kuasa hukum Prabowo sebut ada ribuan TPS "siluman"
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"Menurut saya, dari 15 petitum permohonan yang disampaikan ke MK, sebagiannya sudah diluar konteks, yang tidak dalam kewenangan MK," kata Johanes Tuba Helan kepada Antara di Kupang, Senin.
Dia mengemukakan pandangan itu, ketika diminta pandangan seputar petitum permohonan Prabowo-Sandi yang diajukan oleh Tim hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Pengamat menilai permohonan Prabowo-Sandi bermasalah
Menurut dia, jika ada pelanggaran dalam pelaksanaan pemilu menjadi kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), peradilan TUN dan peradilan umum untuk kasus pidana, sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK) hanya menangani sengketa hasil Pemilu.
Karena itu, sebagian dari petitum permohonan Prabowo-Sandi, sesungguhnya bukan menjadi bagian dari ranah Mahkamah Konstitusi (MK).
Misalnya, petitum permohonan yang meminta Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi pasangan calon Jokowi-Ma'ruf.
Baca juga: Andre Rosiade: Hoaks informasi BPN fasilitasi aksi massa 26-28 Juni
Permintaan diskualifikasi pasangan calon ini tidak lazim masuk dalam Permohonan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Petitum lainnya adalah meminta Hakim Konstitus memberhentikan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan melakukan proses pergantian komisioner yang baru, tetapi disisi lain tim hukum Prabowo-Sandiaga juga meminta ada pemungutan suara ulang.
"Kalau permohonan pemungutan suara ulang (PSU) memang lazim sekali dimasukan dalam petitum, tetapi yang tidak lazim, tim kuasa hukum minta anggota KPU diganti dulu," katanya Johanes Tuba Helan.
Hanya saja, menurut Johanes Tuba Helan, petitum permohonan yang disampaikan tim hukum Prabowo-Sandi harus bisa dibuktikan dalam persidangan di MK.
Baca juga: Kuasa hukum Prabowo sebut ada ribuan TPS "siluman"
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019