Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyebut anggapan Kivlan Zen bahwa dirinya merasa difitnah setelah menjalani konfrontasi di Mapolda Metro Jaya, Selasa (18/6) adalah hak konstitusional.

"Itu merupakan hak konstitusional dari yang bersangkutan dalam pemeriksaan. Silahkan saja," ujar Brigjen Dedi di Jakarta, Rabu (19/6).

Baca juga: Membuka "rahasia terpendam" di balik penangkapan para Purnawirawan

Ia menjamin pihak kepolisian tetap profesional selama proses penyidikan dengan berpegang teguh pada Pasal 184 KUHP yang mengatur tentang alat bukti.

Dalam proses penyidikan, Dedi menyebutkan pihak penyidik tidak hanya menggali keterangan dari tersangka Kivlan Zen dan Habil Marati.

"Polri juga menggali alat bukti-bukti yang lain. Baik berupa keterangan saksi, kemudian keterangan saksi ahli, kemudian bukti petunjuk dan surat," ujar Dedi.

Kivlan diperiksa pada Selasa (18/6) pukul 16.55 WIB dan baru selesai pada Rabu (19/6) pukul 00.15 WIB.

Baca juga: Jaksa Agung: Makar dan senjata ilegal Kivlan Zen berkaitan

Penyidik mengkonfrontasi Kivlan bersama tersangka dugaan perencanaan pembunuhan tokoh nasional, Habil Marati dan saksi lainnya yakni Iwan, Aziz, dan Fifi.

Mereka dikonfrontasi terkait aliran dana dalam kasus rencana pembunuhan empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.

Kivlan mengaku dirinya difitnah oleh para saksi yang menyebut Kivlan memberikan uang sebesar 15.000 dolar Singapura ke Iwan untuk membeli senjata api ilegal. Kivlan menegaskan jika dirinya difitnah dalam kasus itu.

Sebelumnya, polisi menyampaikan bahwa Habil Marati memberikan uang 15 ribu dolar Singapura kepada Kivlan Zen dan Iwan. Uang tersebut merupakan dana operasional untuk mencari eksekutor dengan target empat tokoh nasional. 

Baca juga: Kivlan Zen ditangkap dan jadi tersangka kepemilikan senpi ilegal
Baca juga: Kivlan Zen kembali diperiksa polisi, kali ini bukan terkait makar

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019