Warga lima desa di Kabupaten Morowali Utara (Morut) Sulawesi Tengah, meliputi Desa Molino, Toara, Bungintimbe, Bunta dan Tompira mendesak Pemkab Morut, mencabut izin PT Agro Nusa Abadi.

Desakan itu disampaikan oleh Warga lima desa yang tergabung dalam Masyarakat Lingkar Sawit Menggugat lewat demonstrasi yang sekaligus menolak keberadaan PT Ana. Aksi itu dimulai dari Bundaran Kota kolonodale kemudian ke DPRD Kabupaten Morowali Utara serta berakhir di Kantor Badan Pertanahan kabupaten tersebut, Kamis 25 Juli 2019.

Dalam keterangan tertulis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah disebutkan bahwa Arsad sebagai koordinator lapangan aksi tersebut, menyampaikan bahwa keberadaan PT ANA sejak tahun 2006 justru menjadi malapetaka bagi masyarakat Petasia Timur. Berbagai persoalan dan dampak langsung terhadap rakyat justru makin menjatuhkan rakyat ke dalam jurang kemiskinan.

"Sejak hadir di Morowali Utara lebih tepatnya di Kecamatan Petasia Timur, berbagai dampak sosial telah dilahirkan oleh PT ANA, baik dari pencemaran lingkungan, penyerobotan lahan bersertifikat dan intimidasi terhadap warga," ucap Arsad.

Sementara itu, Manager Kampanye WALHI Sulteng Stevandi yang ikut dalam aksi tersebut dalam orasinya menyebutkan bahwa, Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali Utara harusnya mencabut izin PT ANA karena perusahaan tersebut tidak memiliki HGU.

Selain tidak memiliki HGU, izin lokasi perusahaan ini telah menyerobot tanah-tanah masyarakat yang bersertifikat sehingga telah merugikan masyarakat.

"Pada bulan April 2019 lalu, ketika Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria-Kantor Staff Kepresidenan (TPPKA-KSP) melakukan pertemuan bersama pemerintah daerah,warga lingkar sawit dan pihak perusahaan, disitu jelas diakui oleh pihak PT ANA bahwa mereka tidak memiliki HGU, dan pengakuan itu di dengar oleh ratusan orang yang hadir dalam pertemuan tersebut. Sialnya, seperti ada keberpihakan Pemerintah Daerah Morowali Utara yang enggan mencabut izin PT ANA padahal lokasi perusahaan tersebut telah menindih lahan rakyat yang bersertifikat," kata Stevandi.

Stevandi menambahkan bahwa, aktivitas PT ANA tanpa bermodalkan HGU ini, punya potensi kerugian negara dan cukup dekat irisannya dengan tindakan Korupsi disektor sumber daya alam.

Sebab HGU adalah bukti bahwa yang mesti dimiliki oleh Setiap perusahaan yang melakukan aktivitas sesuai amanat Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 28 dan lebih rinci dijelaskan dalam PP Nomor 40 tahun 1996.

"Jadi tanpa memiliki HGU patut diduga ada kerugian negara yang dilakukan oleh PT ANA selama melakukan aktivitas, sebab tidak adanya laporan tahunan penghasilan yang mereka sampaikan sesuai amanat PP No 40 tahun 1996," sebut dia.

Dalam aksi tersebut, demonstran menyampaikan tuntutan sebagai berikut, PT ANA harus melakukan ganti rugi kepada petani rumput laut yang mengalami gagal panen, karena terdampak limbah PT ANA. Kemudian, melakukan proses ganti rugi kepada petani Desa Bunta yang gagal panen akibat genangan air karena adanya tanggul PT ANA, membubarkan tim-tim desa dan koperasi yang dibentuk pemerintah daerah dan menolak proses penyelesaian yang justru merugikan masyarakat.

Selanjutnya, menuntut merealisasikan proses ganti rugi lahan 50 : 50 antara perusahaan dan pemilik lahan tanpa intervensi pemerintah daerah, dan menghentikan penerbitan HGU PT ANA.
Warga lima desa yang tergabung dalam Masyarakat Lingkar Sawit Menggugat mengelar demonstrasi mendesak Pemkab Morut cabut izin PT Ana. Aksi itu di mulai dari Bundaran Kota kolonodale kemudian ke DPRD Kabupaten Morowali Utara serta berakhir di Kantor Badan Pertanahan kabupaten tersebut, Kamis 25 Juli 2019. (ANTARA/Muhammad Hajiji/Stevandi Walhi Sulteng)

Pewarta: Muhammad Hajiji

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019