Nusa Dua, Bali (ANTARA Bengkulu) - Pemerintah Indonesia dalam hal ini melalui Kementerian Luar Negeri mendapat pujian dari sejumlah pimpinan negara dan hasil yang signifikan saat mengadakan Forum Demokrasi Bali (BDF) selama dua hari.

Sejumlah delegasi dari berbagai negara telah mengikuti forum yang mengusung tema besar "Memajukan Prinsip Demokrasi Dalam Tatanan Global: Bagaimana Pemerintahan Demokrasi Global Berkontribusi Kepada Keamanan dan Perdamaian Internasional, Pertumbuhan Ekonomi dan Penegakan HAM".

"Acara ini merupakan forum yang sangat penting bagi sejumlah negara karena menjadi pijakan untuk bertukar pengalaman dan saran mengenai penegakan demokrasi," kata Menteri Luar Negeri Maroko Saad Eddine El Othmani seusai forum diskusi pada hari kedua BDF-V di Nusa Dua, Bali, Jumat.

Menurut Menlu Maroko Saad Eddine Othmani, Indonesia dan Moroko sama-sama memiliki sejarah panjang perjalanan demokrasi dalam 15 tahun terakhir dengan proses yang luar biasa.

Dalam forum tersebut sebanyak 11 pemimpin dunia dan 1.243 anggota delegasi dari 76 negara serta perwakilan organisasi internasional turut serta mengkonsolidasikan demokrasi.

Acara yang diadakan setiap tahun itu pada kali kelimanya terdapat semangat relevansi antara forum dengan sejumlah reformasi demokrasi yang terjadi di wilayah Timur Tengah maupun Afrika utara.

"Dengan adanya kejadian reformasi di negara sekitar Maroko, hal itu semakin menguatkan bahwa demokrasi memang dibutuhkan dan BDF dinilai bisa menjadi ajang bertukar pikiran," kata Menteri Saad.

Makna BDF untuk Maroko pun sangat berarti karena negara dengan sistem pemerintahan kerajaan absolut tersebut dapat mencontoh demokrasi yang telah dijalankan oleh beberapa negara dengan sistem yang sama.

    
Angkat persoalan
Sementara itu, anggota Kongres asal Negeri Paman Sam, Jim McDermott, mengatakan BDF merupakan langkah penting yang dapat dilakukan oleh Indonesia dengan mengangkat persoalan demokrasi baik di Asia Tenggara maupun Asia secara keseluruhan ke dalam forum tersebut.

"Amerika Serikat masih merasa belum sempurna dalam menegakkan demokrasi. Dengan semakin banyaknya negara yang mulai menjalankan demokrasi, maka banyak hal yang bisa dipelajari satu sama lain dari pengalaman masing-masing," kata Jim.

Menurut Jim, keinginan masing-masing negara dalam berdemokrasi adalah dorongan manusiawi untuk bisa menyatakan pendapat dan kebebasan secara bertanggung jawab.

Jim mengaku kebijakan luar negeri AS adalah selalu mendukung negara yang ingin menegakkan demokrasi.

"Kami selalu mendukung atas apa yang terjadi di Timur Tengah, maupun Tunisia, Mesir, Libya dan negara lain  yang sedang menjalankan penegakan demokrasi," kata Jim yang menilai hal itu menjadi bukti pendorong demokrasi secara lebih luas lagi.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menjelaskan bahwa BDF-V telah mencapai hasil seperti yang diinginkan.

"Forum tersebut bukan saja terdapat konsolidasi dari proses BDF yang semakin mengukuhkan perhelatan sebagai bagian dari arsitektur demokrasi di kawasan melainkan juga semakin terbuktikan sebagai suatu forum yang sifatnya lebih dari kawasan Asia," kata Marty.

Hal yang mendukung konsolidasi BDF semakin luas bisa dicerminkan dari jumlah negara yang semakin bertambah sejak forum pertama yang diadakan pada 2008.

Pada BDF-I, kepala negara yang hadir sebanyak empat orang dari 32 negara dan terdapat delapan peninjau. Sementara saat BDF-II pada 2009 dihadiri oleh 35 negara dengan 13 peninjau.

Untuk BDF-III pada 2010, jumlah negara partisipan sebanyak 44 delegasi dengan 27 peninjau, sementara pada BDF 2011 yang keempat, dihadiri oleh tujuh kepala negara dan kepala pemerintahan dari 40 negara partisipan dan 45 peninjau.

"Jika dilihat dari tingkat partisipasi delegasi dan pemimpin negara, maka itu mencerminkan semakin kuat dan relevan BDF ini kepada penegakan demokrasi di tatanan pemerintahan global," kata Marty.

Sementara itu, pengamat sosial Prof. Dr. Azyumardi Azra mengatakan untuk mencapai penegakan demokrasi dibutuhkan proses yang memakan waktu.

Dia menilai bahwa untuk mendirikan negara yang demokratis terdapat sejumlah faktor yang saling berkaitan dan bisa menghambat proses tersebut.

"Faktor itu diantaranya adalah faktor ekonomi kemudian faktor kehidupan masyarakat sipil di masing-masing daerah," kata mantan rektor Universitas Islam Negeri Jakarta tersebut.

Menurut Azyumardi, Indonesia dinilai beruntung karena masih memiliki masyarakat sipil yang berkebudayaan musyarawarah untuk mufakat.

Dengan bertambah banyaknya jumlah delegasi dan kepala negara dan kepala pemerintahan yang berpartisipasi dalam acara tersebut, Azyumardi mengatakan hal itu menjadi indikator kesuksesan BDF sebagai wadah konsolidasi penegakan demokrasi di kawasan yang tidak hanya di sekitaran Asia, tapi juga di luar kawasan.

Forum demokrasi kelima tersebut diharapkan dapat mendukung konsolidasi demokrasi bagi sejumlah negara yang melaksanakan  demokrasi sebagai sistem pemerintahannya.

Selain demokrasi bisa dilaksanakan di dalam negeri, namun menurut Azyumardi, hal itu juga bisa ditingkatkan kepada pemerintahan di tatanan global.

Para pemimpin yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak, Perdana Menteri Australia Julia Gillard, Sultan Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah, Presiden Afghanistan Hamid Karzai, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao, Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan, Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra, Perdana Menteri Papua Nugini Peter O'Neill, serta Wakil Perdana Menteri Singapura dan Wakil Perdana Menteri Nepal.

Dalam pertemuan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Ketua BDF dan didampingi oleh Presiden Lee Myung-bak serta Perdana Menteri Julia Gillard. (ant)

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012