Direktur Perlindungan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Imam Margono mengatakan peringatan 22 tahun Bom Bali, Sabtu 12 Oktober 2024 dimaknai sebagai momentum untuk saling berdaya dan melanjutkan hidup.
Margono saat peringatan dan doa bersama di Monumen Bom Bali Ground Zero Kuta Kabupaten Badung Bali Sabtu mengatakan, kegiatan bertujuan untuk memberikan dukungan dan motivasi sesama korban lainnya untuk bangkit berdaya dan melanjutkan kehidupan yang baik pasca-terjadinya peristiwa tersebut.
Peringatan Bom Bali tahun ini mengambil tema "Light Up from Bali to The World", diisi dengan doa lintas agama dan dihadiri oleh masyarakat dari berbagai negara, merupakan salah satu contoh dalam mendukung peran korban sebagai agen perdamaian.
Dia menjelaskan, dalam rangka pemenuhan hak-hak korban, BNPT terus mendukung dan bersinergi dengan mitra BNPT, yakni Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), pemerintah daerah, dan lainnya.
Pemerintah serius dalam pemberian bantuan yang komprehensif dan berkelanjutan untuk memulihkan hak-hak korban.
Imam Margono mengatakan, komitmen penyelenggaraan pemulihan secara komprehensif tersebut direfleksikan oleh putusan Mahkamah konstitusi Republik Indonesia Nomor: 103 tahun 2023, yang memutuskan bahwa di dalam Pasal 43 L ayat (4) Undang-Undang Nomor: 5 tahun 2018 yang menyatakan pasal ketiga yaitu frase "tiga tahun sejak tanggal Undang-Undang berlaku bertentangan secara bersyarat dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945".
Majelis Hakim menilai frasa “3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini mulai berlaku” dalam Pasal 43L ayat (4) UU No. 5 Tahun 2018 adalah inkonstitusional secara bersyarat, sehingga batasan jangka waktu diperpanjang menjadi 10 tahun terhitung sejak tanggal UU tersebut mulai berlaku.
Hal itu, kata Margono, berdampak pada dibukanya kembali ruang bagi korban tindak pidana terorisme yang belum mendapatkan surat penetapan korban dapat kembali mengajukan permohonan kepada BNPT.
"BNPT juga terus mendorong proses rekonsiliasi antara korban dan para mantan mitra deradikalisasi yang sudah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dari upaya untuk saling memaafkan serta memutus kekerasan agar tercipta suatu perdamaian bagi dunia," katanya.
Margono menilai suara korban merupakan 'kredibel voices' yang harus diperdengarkan kepada seluruh dunia. Suara korban dapat menggugah kesadaran dan memupuk harapan baru untuk menemukan perdamaian ke tingkat nasional maupun global.
"Semoga rekan-rekan penyintas dan keluarga dapat berjuang, memaafkan, dan melangkah menuju ke depan yang lebih baik," katanya.