Rancangan Undang-undang baru tentang penyelenggaraan pemilihan umum mulai dibahas di DPR, sejumlah isu krusial dengan embel-embel efektifitas pelaksanaan pemilu yang ideal kembali mengemuka.

Sejumlah isu lama pun dimunculkan kembali, seperti perdebatan tentang sistem pemilu dan nilai ambang batas parlemen yang tak lepas dari lobi-lobi politik para punggawa fraksi di Senayan.

Pansus Rancangan Undang-undang Pemilihan Umum No 10 Tahun 2008 telah menyepakati pembentukan panitia kerja (panja) guna membahas revisi terkait UU yang mengatur tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD itu.

Ketua Pansus RUU Pemilu, Arif Wibowo, dalam rapat pembentukan Panja itu menegaskan pentingnya komitmen dari para anggota Pansus untuk menciptakan aturan yang bertujuan agar penyelenggaraan pemilu mendatang bakal lebih baik dari sebelumnya.

"Ada empat agenda utama dalam revisi UU tersebut yang meliputi sistem pemilihan umum, alokasi kursi dan daerah pemilihan, metode konversi suara menjadi kursi, serta ambang batas minimum parlemen (parliamentary treshold)," kata politisi Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Hal itu tentunya senada dengan pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, yang secara terpisah mengatakan partainya berprinsip perbaikan UU Pemilu bisa menjamin asas representasi dan meningkatkan akuntabilitas politik parlemen.

"Jangan sampai tidak ada kemajuan dan stagnasi, apalagi kemunduran. Stagnan dan apalagi mundur adalah kerugian besar bagi pembangunan demokrasi," kata Anas.

Anas mengatakan penyempurnaan tersebut bisa dimulai dari sistem pemilu yang saat ini menjadi perdebatan antara fraksi-fraksi yang ada di DPR.

Menurut mantan anggota Komisi Pemilihan Umum itu, sistem proporsional dengan daftar calon terbuka adalah pilihan yang terbaik. Menggabungkan kekuatan dua sistem pemilu, sistem proporsional terbuka dan distrik dapat membangun kompetisi yang fair dan memuliakan suara rakyat.

"Kewenangan partai tetap terjaga, aspirasi rakyat dihargai tinggi," kata Anas.

Lain Partai Demokrat, lain pula Partai Golkar. Partai berlambang pohon beringin itu menginginkan adanya sebuah sistem pemilu campuran yang menggabungkan sistem proporsional tertutup dan proporsional terbuka.

"Calon anggota ditentukan secara tertutup melalui rekrutmen partai dan terbuka dipilih masyarakat. Dengan begitu maka calon bersifat khusus seperti pakar, perempuan atau orang cacat khusus, bisa diakomodasi dengan baik oleh partai untuk menjadi calegnya," kata   Ketua Tim Kajian Pembahasan UU Pemilu DPP Partai Golkar, Ibnu Munzir, baru-baru ini.

Sementara itu, dua kekuatan besar di parlemen lain, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, justru sepakat untuk mengembalikan sistem pemilu proporsional tertutup.

"PDI Perjuangan mengusung sistem proporsional tertutup. Namun, perekrutan kader atau caleg dapat dilakukan secara terbuka," kata Wasekjend DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristianto, di sela Rakernas I PDI Perjuangan, Desember lalu.

Senada dengan Hasto, Wakil Ketua Fraksi PKS di DPR, Al Muzzammil Yusuf, mengatakan penggunaan sistem proporsional tertutup termasuk di dalamnya pemilu internal partai politik merupakan sistem terbaik untuk pemilu mendatang.

"Setelah melalui kajian mendalam di internal Fraksi PKS, akhirnya kami memutuskan untuk mengusulkan sistem proporsional tertutup yang diawali dengan pemilu internal partai politik," kata Al Muzzammil Yusuf.

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, melalui kadernya yang merupakan anggota Komisi II, Ahmad Yani, menegaskan dukungannya terhadap sistem pemilu proposional terbuka.

"Soal sistem pemilu sudah mantap, tidak ada waktu lagi untuk mengganti sistem. Bisa jadi pembahasan berlarut-larut dan waktu pengesahan Undang Undangnya terlalu dekat dengan pelaksanaan pemilu," kata Ahmad.

Di sisi lain, pengamat politik Yayasan Rajawali, Nico Harjanto, mengatakan kedua sistem pemilu proporsional tersebut, baik terbuka maupun tertutup, tentunya memiliki nilai positif dan negatif masing-masing.

"Sistem proporsional terbuka mendukung adanya keadilan bagi calon yang lebih populer, sehingga aspek keterwakilan lebih besar, suara yang terbuang juga akan lebih sedikit, kecuali jika ada nilai ambang batas parlemen yang tinggi," kata Nico ketika menghadiri acara diskusi bersama Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI).

Sementara sistem proporsional tertutup lebih mendorong adanya kerja partai, tidak seperti pada pemilu 2009 kemarin ketika caleg yang bekerja sendiri karena adanya kompetisi internal guna menjaring suara, katanya.

Nico juga menyebutkan berbagai tantangan dari sistem proporsional terbuka meliputi tergerusnya idealisme politik akibat biaya kampanye yang tinggi, deparpolisasi secara sistemik, serta munculnya kompetisi antar individu yang berujung kepada konflik horisontal.

"Namun menurut penelitian, tingkat korupsi di negara dengan sistem proporsional terbuka melebih rendah dibandingkan dengan negara dengan sistem proporsional tertutup," katanya.

Secara singkat Nico menyimpulkan sistem proporsional terbuka masih lebih relevan dibandingkan dengan sistem proporsional tertutup.

"Tidak perlu mundur menjadi sistem proporsional tertutup lagi, yang perlu perbaikan sistemnya. Harusnya sistem proporsional terbuka bisa membantu partai politik dalam memiliki mesin pemenangan pemilu yang banyak dan relatif mandiri antar unitnya," kata Nico.

"Pemilu 2009 kacau dan rumit karena perubahan aturan main saat proses sudah berjalan, jika waktu persiapan cukup sebenarnya kompetisi intra-partai bisa lebih kompetitif, sehat, dan bukan sekedar bersifat transaksional," katanya.

Perdebatan tentang sistem pemilu yang ideal tersebut pada akhirnya hanya akan bermuara di lobi antar fraksi di DPR. Siapa lebih kuat tentunya akan memiliki peranan yang lebih besar untuk menentukan.

Semoga saja proses tersebut tidak berlarut-larut dan berakibat negatif bagi pelaksanaan Pemilu 2014 mendatang.

Harapan tersebut kiranya senada dengan seruan Ketua DPR RI, Marzukie Alie, yang pada awal tahun 2012 ini mengatakan bahwa para anggota DPR harus lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, atau dalam hal ini, penyelenggaraan pemilu yang ideal untuk semua.(T.P012/Z003)

Pewarta: Panji Pratama

Editor : AWI-SEO&Digital Ads


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012