Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bengkulu Sri Hartati menyebut, pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara terkait dugaan penguasaan lahan di Pulau Dua oleh perseorangan. Hasilnya, diduga lahan itu memang dijual oleh masyarakat setempat kepada sejumlah orang.

Sri menjelaskan, dulunya di Pulau Dua itu memang terdapat perkampungan yang dihuni oleh masyarakat setempat. Namun karena alasan tertentu  masyarakat meninggalkan pulau itu dan pindah ketempat lain. Dugaan sementara masyarakat yang mendiami perkampungan itu lah yang kemudian menjual lahan tersebut.

Peraturan Menteri ATR/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sudah mengatur tentang porsi penguasaan seseorang terhadap tanah di Pulau kecil dan terluar. Dalam aturan itu seseorang hanya boleh menguasai maksimal 70 persen dari total luas pulau.

Regulasi ini memungkinkan seseorang untuk bisa mengelola pulau kecil dan terluar. Asalkan investasi yang dilakukan di pulau tersebut dilakukan dengan mekanisme yang benar dan memberikan kontribusi kepada negara. Mekanisme ini termasuk pengurusan izin mendirikan bangunan atau IMB oleh pemerintah daerah.

Sri menyebut, Pulau Enggano masuk dalam kawasan strategis nasional sehingga seluruh izin pengelolaan pulau dikeluarkan oleh Kementarian Kelautan dan Perikanan. Meski demikian, Sri mengaku pihaknya belum pernah mendapatkan pemberitahuan atau surat dari KKP tentang pengelolaan Pulau Dua.

"Sampai saat ini DKP tidak ada menerima surat atau apa pun untuk pengelolaan Pulau Enggano dan sekitarnya," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu Sri Hartati saat diwawancarai di ruang kerjanya, Kamis. Sri memastikan dalam waktu dekat akan mengunjungi Pulau Dua untuk memastikan informasi ini.

Instansi yang dipimpinnya, jelas Sri, jug akan melakukan pendalaman terkait informasi penguasaan Pulau Dua ini. Pihaknya akan memanggil para pihak yang diduga menguasai Pulau Dua ini. "Kalau mereka memang benar mana surat-suratnya. Zaman sekarang tidak segampang itu menguasai sebuah pulau apa lagi itu pulau terluar," jelas Sri.

Sri mengaku selama ini pihaknya memang kurang melakukan pengawasan intensif terhadap pulau-pulau terluar di Bengkulu. Hal ini dikarenakan keterbatasan anggaran. Anggaran yang tersedia hanya cukup untuk mengawasi perairan terdekat saja. Untuk pulau terluar sepeti Pulau Enggano pihaknya hanya berkoordinasi via telpon saja dengan masyarakat setempat.

Sementara itu, anggota DPRD Provinsi Bengkulu dari Fraksi Gerakan Indonesia Raya Jonaidi menilai, Pemerintah Provinsi Bengkulu tidak boleh diam dengan persoalan ini. Pemerintah harus segera mendalami persoalan ini. Sebab, Pulau Enggano merupakan kawasan strategis nasional dan berbatasan langsung dengan perairan luar. Pulau Enggano memikili fungsi strategis untuk keamanan nasional.

Kata Jonaidi, Provinsi Bengkulu memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) untuk tahun 2019 hingga 2039. Sebanyak 71 pasal dalam Perda ini mengatur tentang zona tangkap perikanan, budidaya, pariwisata, pelabuhan, pertambangan dan pengaturan alur laut.

Selain itu Perda ini juga mengatur perizinan dan pemberian insentif serta larangan, hak dan kewajiban masyarakat dikawasan pesisir dan pulau kecil. "Sudah jelas, sudah ada Perdanya. Makanya kita juga heran kok muncul masalah seperti ini," kata Jonaidi.

Sementara itu, anggota DPRD Provinsi Bengkulu dari Fraksi Pembangunan, Nurani, Indonesia Usin Abdisyah Putra Sembiring meminta Gubernur Bengkulu segera menyikapi persoalan ini. Usin menyebut tidak mungkin Wakil Ketua KPK Saut Situmorang berani mengatakan ada pulau di Bengkulu yang dikuasai perseorangan tanpa memiliki dasar yang kuat.

"Kita meyakini hampir 80 persen pernyataan Saut itu benar. Tidak mungkin mereka menyampaikan hoax. Gubernur harus perintahkan DKP untuk mencari tau pulau mana yang dikuasai itu," jelas Usin.

Pewarta: Carminanda

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019