Kegiatan siswa mengenal nusantara yang diadakan konsorsium BUMN edisi 2019 telah berakhir. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari perjalanan 33 orang siswa-siswi terbaik Bengkulu saat bergelut dengan masyarakat adat Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Hari itu 12 Agustus 2019, matahari baru akan transit melewati meridian langit. Kira-kira dua jam lagi menuju masuknya waktu zuhur. Aditya Anugrah siswa kelas XI Mipa SMA N 4 Kota Bengkulu bersama 32 siswa lainnya sudah berada di ruang keberangkatan Bandara Fatmawati Bengkulu.
Mereka duduk berjejer di bangku ruang tunggu. Menunggu panggilan masuk ke pesawat yang akan membawa mereka ke NTB. Dari berseliwerannya suara petugas bandara yang tak henti mengumumkan jadwal keberangkatan, sesekali terlihat wajah para siswa ini mulai tegang. Mungkin bagi sebagian mereka ini adalah pengalaman pertama mereka naik pesawat.
Setelah transit di Bandara Soekarno-Hatta, mereka kembali melanjutkan perjalanan kira-kira 2 jam lagi untuk tiba di daerah dengan julukan kota seribu masjid itu. Hari pertama di NTB, mereka menginap satu malam di Kota Mataram sebelum esoknya melanjutkan perjalanan ke tempat-tempat lain.
"Hari pertama di NTB kami mengunjungi teman pejuang pendidikan kami di SMA N 5 Mataram. Selepas itu kami melakukan lawatan ke rumah kreatif BUMN Mataram yang dikelola oleh Bank BRI. Kami juga mencicipi makanan khas Lombok, berdialog dengan pengurus Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi NTB. Kami tidur di Korem 162/WB," kata Aditya.
Dua hari pertama dari perjalanan siswa SMN ini mereka menjalani pembekalan di markas TNI Korem 162. Disana mereka ditempa soal kedisiplinan dan diajarkan tentang wawasan kebangsaan. Selain itu mereka juga melakukan kegiatan mountainering bersama serta mengikuti kegiatan Joy Sailing KAL Belangos 1-7-18 bersama TNI AL pada peringatan detik-detik kemerdekaan Republik Indonesia ke-74 pada 17 Agustus 2019.
"Rasanya 2 hari bersama TNI adalah hal yang sangat berkesan dan membuat kami semakin bangga terhadap negara ini," ucap Aditya.
Setelah mendapat pembekalan dari TNI, para peserta SMN dari Provinsi Bengkulu ini kemudian melakukan perjalanan ke desa-desa adat NTB. Salah satunya adalah Desa Ende dan Desa Sade. Disana mereka disambut hangat oleh masyarakat setempat. Kedatangan mereka bahkan disambut dengan tarian adat yakni tari presean.
Desa Sade ini terkenal dengan masyarakat adat dan gaya hidup tradisionalnya. Lantai di rumah-rumah masyarakat sangat sederhana, mencerminkan kelestarian adat setempat. Lantai rumah masyarakat di Desa Ende dan Desa Sade ini tidak dibuat dari semen atau keramik melainkan dari tanah yang dicampur sekam. Setelah kering, lantai ini kemudian dibasuh dengan kotoran kerbau. Aktifitas ini dilakukan setiap minggu.
"Filosofinya kan mereka kebanyakan petani. Nah kotoran kerbau itu sebagai tanda kerja keras mereka. Selain itu kelebihan dari kotoran kerbau itu bisa menghalau nyamuk dan suhu panas," jelas Aditya.
Aditya mengaku banyak pelajaran yang bisa dipetik dari lawatan mereka ke Desa Ende dan Desa Sade ini. Terutama soal kesederhanaan hidup dan cara menghargai kehidupan. Masyarakat adat ini menurut mereka sangat konsisten menjaga dan melestarikan apa yang sudah diwariskan oleh orang-orang sebelumnya.
Setelah 5 hari disana, para peserta SMN ini kemudian diberi kesempatan untuk berdialog dengan Gubernur NTB. Pada kesempatan itu Gubernur NTB mengungkapkan banyak harapannya kepada 33 orang peserta SMN dari Provinsi Bengkulu sebagai generasi penerus bangsa. Mereka juga berkesempatan melihat koleksi-koleksi sejarah yang ada Di Museum Negeri Provinsi NTB. (Adv)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
Hari itu 12 Agustus 2019, matahari baru akan transit melewati meridian langit. Kira-kira dua jam lagi menuju masuknya waktu zuhur. Aditya Anugrah siswa kelas XI Mipa SMA N 4 Kota Bengkulu bersama 32 siswa lainnya sudah berada di ruang keberangkatan Bandara Fatmawati Bengkulu.
Mereka duduk berjejer di bangku ruang tunggu. Menunggu panggilan masuk ke pesawat yang akan membawa mereka ke NTB. Dari berseliwerannya suara petugas bandara yang tak henti mengumumkan jadwal keberangkatan, sesekali terlihat wajah para siswa ini mulai tegang. Mungkin bagi sebagian mereka ini adalah pengalaman pertama mereka naik pesawat.
Setelah transit di Bandara Soekarno-Hatta, mereka kembali melanjutkan perjalanan kira-kira 2 jam lagi untuk tiba di daerah dengan julukan kota seribu masjid itu. Hari pertama di NTB, mereka menginap satu malam di Kota Mataram sebelum esoknya melanjutkan perjalanan ke tempat-tempat lain.
"Hari pertama di NTB kami mengunjungi teman pejuang pendidikan kami di SMA N 5 Mataram. Selepas itu kami melakukan lawatan ke rumah kreatif BUMN Mataram yang dikelola oleh Bank BRI. Kami juga mencicipi makanan khas Lombok, berdialog dengan pengurus Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi NTB. Kami tidur di Korem 162/WB," kata Aditya.
Dua hari pertama dari perjalanan siswa SMN ini mereka menjalani pembekalan di markas TNI Korem 162. Disana mereka ditempa soal kedisiplinan dan diajarkan tentang wawasan kebangsaan. Selain itu mereka juga melakukan kegiatan mountainering bersama serta mengikuti kegiatan Joy Sailing KAL Belangos 1-7-18 bersama TNI AL pada peringatan detik-detik kemerdekaan Republik Indonesia ke-74 pada 17 Agustus 2019.
"Rasanya 2 hari bersama TNI adalah hal yang sangat berkesan dan membuat kami semakin bangga terhadap negara ini," ucap Aditya.
Setelah mendapat pembekalan dari TNI, para peserta SMN dari Provinsi Bengkulu ini kemudian melakukan perjalanan ke desa-desa adat NTB. Salah satunya adalah Desa Ende dan Desa Sade. Disana mereka disambut hangat oleh masyarakat setempat. Kedatangan mereka bahkan disambut dengan tarian adat yakni tari presean.
Desa Sade ini terkenal dengan masyarakat adat dan gaya hidup tradisionalnya. Lantai di rumah-rumah masyarakat sangat sederhana, mencerminkan kelestarian adat setempat. Lantai rumah masyarakat di Desa Ende dan Desa Sade ini tidak dibuat dari semen atau keramik melainkan dari tanah yang dicampur sekam. Setelah kering, lantai ini kemudian dibasuh dengan kotoran kerbau. Aktifitas ini dilakukan setiap minggu.
"Filosofinya kan mereka kebanyakan petani. Nah kotoran kerbau itu sebagai tanda kerja keras mereka. Selain itu kelebihan dari kotoran kerbau itu bisa menghalau nyamuk dan suhu panas," jelas Aditya.
Aditya mengaku banyak pelajaran yang bisa dipetik dari lawatan mereka ke Desa Ende dan Desa Sade ini. Terutama soal kesederhanaan hidup dan cara menghargai kehidupan. Masyarakat adat ini menurut mereka sangat konsisten menjaga dan melestarikan apa yang sudah diwariskan oleh orang-orang sebelumnya.
Setelah 5 hari disana, para peserta SMN ini kemudian diberi kesempatan untuk berdialog dengan Gubernur NTB. Pada kesempatan itu Gubernur NTB mengungkapkan banyak harapannya kepada 33 orang peserta SMN dari Provinsi Bengkulu sebagai generasi penerus bangsa. Mereka juga berkesempatan melihat koleksi-koleksi sejarah yang ada Di Museum Negeri Provinsi NTB. (Adv)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019