Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Ambon menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara kepada Zulfikar Abdullah alias Fikar (29), terdakwa yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang mengakibatkan istrinya Nur Nabila Nawali tewas pada 7 Maret 2019.

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 44 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 tauhn 2004 tentang KDRT dan menjatuhkan hukuman penjara selama 13 tahun," kata Ketua Majelis Hakim PN Ambon, Syamsudin La Hasan didampingi Ronny Felix Wuisan dan Jenny Tulak selaku hakim anggota di Ambon, Selasa.

Dalam amar putusannya, majelis hakim juga menghukum terdakwa membayar denda sebesar Rp30 juta subsider satu bulan kurungan.

Yang memberatkan terdakwa dituntut penjara karena perbuatan KDRT terhadap isterinya sudah dilakukan berulang kali dan berujung pada kematian korban.

Sedangkan yang meringankan terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.

Putusan majelis hakim juga lebih ringan satu tahun dari tuntutan JPU Kejari Ambon, Hendrik Sikteubun yang dalam persidangan sebelumnya meminta terdakwa dihukum 14 tahun penjara, denda Rp30 juta subsider satu bulan kurungan.

Atas putusan majelis hakim, baik JPU maupun terdakwa melalui penasihat hukumnya menyatakan menerima sehingga putusan ini dinyatakan sudah memiliki kekuatan hukum tetap.

Terdakwa Fikar adalah suami korban Nur Nabila Nawali yang telah menikah sejak 2015 dan menempati kamar indekos milik Ali Jodi di kawasan STAIN Wara, dan selama empat tahun menikah, terdakwa selalu melakukan kekerasan dan menganiaya korban.

Korban sebelum dianiaya hingga meninggal dunia pada 7 Maret 2019, pernah menceriterakan masalah rumah tangganya kepada paman korban di Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar pada September 2018, kalau dirinya sering mengalami KDRT yang dilakukan suaminya.

"Korban saat itu sempat mengirimkan beberapa foto kondisi dirinya yang luka-luka kepada pamannya dan kakak kandung korban yang berada di Jepang," kata jaksa.

Kakak korban kemudian meminta bantuan ayah dan saksi Leonora Latuheru untuk melihat keadaan korban, namun saat itu, ayah dan saksi Leonora tidak berada di Ambon.

Kemudian pada 7 Maret 2019, korban yang bekerja di ACC Passo dijemput terdakwa dengan sepeda motor, lalu setiba di tempat indekos, terdakwa mengatakan beras mereka sudah habis.

Setelah itu, terdakwa mengatakan akan pergi ke Pondok Mama Dila untuk bermain game, namun saat tiba di sana tidak ada teman-temannya, sehingga dia menuju rumah Fadli untuk bermain game.

Korban kemudian menelepon terdakwa dan menanyakan dimana posisinya, lalu terdakwa menjawab sedang bermain game , namun korban mengatakan terdakwa bohong.

Menurut JPU, terdakwa kemudian membalas korban dengan kata cacian dan makian, lalu pulang ke kamar indekosnya namun istrinya tidak ada dan sementara duduk di samping rumah Ridwan Odar.

Korban memarahi serta memaki terdakwa dan keduanya terlibat perang mulut, sehingga korban diajak suaminya kembali ke kamar indekos dan di situlah terdakwa menendangi korban berulang kali, menginjak-injak belakang kepala korban, ditampar, sehingga kepala kanan korban membentur dinding bahkan terdakwa juga mencekik isterinya.

Selang tiga menit kemudian, terdakwa keluar dari kamar indekos dan melihat istrinya dalam posisi tengkurap di lantai dan tidak sadarkan diri serta muntah dan mengeluarkan busa dari hidung.

"Melihat kondisi korban, terdakwa memanggil Ridwan Odar bersama Musdadi Banyal, lalu mereka membawa korban ke RS Bhayangkara Tantui, namun korban sudah meninggal dunia," kata jaksa.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019