Banser dan GP Ansor Trenggalek, Jawa Timur, mengklaim telah mengantongi 15 nama pelaku premanisme yang melakukan penghadangan, pemukulan serta perusakan kendaraan rombongan banser usai apel akbar di Prigi, (13/10).
"Yang kami sudah tahu nama-namanya, sudah lebih dari 15 orang. Mereka ini semua dari Bandung dan masih usia remaja," kata Kasat Korcab Banser Trenggalek Fatkhur Rohman dikonfirmasi usai rilis penangkapan pelaku pelemparan rombongan Banser di Mapolres Tulungagung, Kamis.
Atas nama organisasi Banser, Fatkhur Rohman mengapresiasi kemajuan penanganan yang dilakukan aparat kepolisian. Sikapnya sama dengan yang disampaikan Ketua GP Ansor Tulungagung mau pun GP Ansor Trenggalek yang turut hadir dalam kegiatan rilis yang dilakukan jajaran Polres Tulungagung.
Namun, Fatkhur mengaku belum puas. Ia bahkan menyayangkan perkembangan penanganan polisi yang dinilai lambat, padahal kasus pelemparan, penghadangan dan pengeroyokan sudah dilaporkan pada hari kejadian yang berlangsung sore hingga malam hari pada akhir pekan lalu (Minggu, 13/10).
"Kami berikan waktu dalam dua-tiga hari inilah kepada aparat keamanan untuk bertindak. Jika tidak, tentu kami dengan cara Banser dan Ansor yang tanpa melanggar hukum, akan melakukan tindakan sendiri dengan mendatangi pelaku-pelaku ini," katanya.
Menurut dia, efek jera dalam kasus premanisme ini penting. Tidak harus semuanya dibawa ke ranah hukum.
Namun, ketegasan polisi untuk memberi "pelajaran" kepada para pelaku premanisme bisa menjadi terapi kejut agar kelompok oknum pesilat yang kerap membuat onar dan memancing kerusuhan tersebut tidak terus berulang.
"Masalahnya kejadian seperti ini kan sudah berulang kali terjadi. Namun, karena tidak tegas ini makanya premanisme oleh gerombolan oknum pesilat ini terus terjadi," ujarnya.
Senada dengan Fatkhur, Ketua GP Ansor Trenggalek Izzudin Zaki menyangkal keterangan polisi yang menyebut pelemparan terjadi karena salah sasaran. Menurut dia, para pelaku pelemparan, pencegatan dan pengeroyokan diyakini sadar bahwa sasaran mereka adalah rombongan Banser dan Ansor.
"Motifnya memang benar seperti disampaikan Bapak Kapolres. Ada faktor pemicu sebelumnya. Tapi antara kejadian pertama dengan peristiwa kedua saat rombongan Banser-Ansor pulang apel akbar ini kan ada jeda panjang. Lagian mereka juga sempat teriak Banser kok saat melakukan penyerangan," tuturnya.
Izzudin menyesalkan sikap polisi yang hanya menindak pelaku pelemparan berdasar laporan yang diterima, tetapi tidak memburu pelaku pencegatan dan pengeroyokan yang jumlahnya belasan orang.
"Mestinya yang diusut dan ditangkap tidak hanya pelaku yang dilaporkan, tetapi juga mereka yang melakukan pengeroyokan dan pencegatan. Dan seperti itu saya kira tidak perlu menunggu ada laporan lagi," ujar Izzudin Zaki
Izzudin dan Fatkhur juga tegas menyatakan belum puas dengan penindakan yang sudah dilakukan aparat kepolisian, sampai semua para oknum pesilat pelaku premanisme di wilayah Bandung, ditangkap dan diberi tindakan untuk efek jera.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"Yang kami sudah tahu nama-namanya, sudah lebih dari 15 orang. Mereka ini semua dari Bandung dan masih usia remaja," kata Kasat Korcab Banser Trenggalek Fatkhur Rohman dikonfirmasi usai rilis penangkapan pelaku pelemparan rombongan Banser di Mapolres Tulungagung, Kamis.
Atas nama organisasi Banser, Fatkhur Rohman mengapresiasi kemajuan penanganan yang dilakukan aparat kepolisian. Sikapnya sama dengan yang disampaikan Ketua GP Ansor Tulungagung mau pun GP Ansor Trenggalek yang turut hadir dalam kegiatan rilis yang dilakukan jajaran Polres Tulungagung.
Namun, Fatkhur mengaku belum puas. Ia bahkan menyayangkan perkembangan penanganan polisi yang dinilai lambat, padahal kasus pelemparan, penghadangan dan pengeroyokan sudah dilaporkan pada hari kejadian yang berlangsung sore hingga malam hari pada akhir pekan lalu (Minggu, 13/10).
"Kami berikan waktu dalam dua-tiga hari inilah kepada aparat keamanan untuk bertindak. Jika tidak, tentu kami dengan cara Banser dan Ansor yang tanpa melanggar hukum, akan melakukan tindakan sendiri dengan mendatangi pelaku-pelaku ini," katanya.
Menurut dia, efek jera dalam kasus premanisme ini penting. Tidak harus semuanya dibawa ke ranah hukum.
Namun, ketegasan polisi untuk memberi "pelajaran" kepada para pelaku premanisme bisa menjadi terapi kejut agar kelompok oknum pesilat yang kerap membuat onar dan memancing kerusuhan tersebut tidak terus berulang.
"Masalahnya kejadian seperti ini kan sudah berulang kali terjadi. Namun, karena tidak tegas ini makanya premanisme oleh gerombolan oknum pesilat ini terus terjadi," ujarnya.
Senada dengan Fatkhur, Ketua GP Ansor Trenggalek Izzudin Zaki menyangkal keterangan polisi yang menyebut pelemparan terjadi karena salah sasaran. Menurut dia, para pelaku pelemparan, pencegatan dan pengeroyokan diyakini sadar bahwa sasaran mereka adalah rombongan Banser dan Ansor.
"Motifnya memang benar seperti disampaikan Bapak Kapolres. Ada faktor pemicu sebelumnya. Tapi antara kejadian pertama dengan peristiwa kedua saat rombongan Banser-Ansor pulang apel akbar ini kan ada jeda panjang. Lagian mereka juga sempat teriak Banser kok saat melakukan penyerangan," tuturnya.
Izzudin menyesalkan sikap polisi yang hanya menindak pelaku pelemparan berdasar laporan yang diterima, tetapi tidak memburu pelaku pencegatan dan pengeroyokan yang jumlahnya belasan orang.
"Mestinya yang diusut dan ditangkap tidak hanya pelaku yang dilaporkan, tetapi juga mereka yang melakukan pengeroyokan dan pencegatan. Dan seperti itu saya kira tidak perlu menunggu ada laporan lagi," ujar Izzudin Zaki
Izzudin dan Fatkhur juga tegas menyatakan belum puas dengan penindakan yang sudah dilakukan aparat kepolisian, sampai semua para oknum pesilat pelaku premanisme di wilayah Bandung, ditangkap dan diberi tindakan untuk efek jera.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019