Warga Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, memohon kepada pemerintah untuk mengevakuasi harimau sumatera liar dari area tersebut karena meresahkan dan sudah mengakibatkan jatuh korban jiwa.

"Surat permohonan sudah kami kirimkan ke Bupati Indragiri Hilir, dan selanjutnya saya akan mengirimkan langsung surat ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam Riau," kata Kepala RT038 Desa Tanjung Simpang, Rayo, ketika dihubungi dari Pekanbaru, Rabu.

Ia mengatakan sedang mengumpulkan tanda tangan warga lainnya untuk dilampirkan pada surat permohonan evakuasi harimau sumatera (panthera tigris sumatrae) liar tersebut.

"Paling tidak minimal ada 60 tanda tangan dari warga yang dikumpulkan," katanya.

Rayo menjelaskan alasan surat permohonan tersebut untuk meminta ketegasan dari pemerintah guna mengakhiri konflik harimau dengan manusia di Desa Tanjung Sampang.

"Agar ada tindakan tegas dalam rangka mengatasi masalah gangguan binatang buas harimau yang dalam dua tahun ini telah beberapa kali meneror masyarakat kami," ujar dia.

Ia mengatakan gangguan dari satwa belang tersebut telah memakan korban nyawa manusia, yakni seorang warga pada 25 Agustus 2019.

Menurut dia, warga yang selama ini bekerja sehari-hari mencari ikan di seputaran Sungai Simpang Kanan merasa terganggu dan ketakutan untuk beraktivitas sebab beberapa kali bertemua dengan satwa dilindungi tersebut.

"Beberapa kali warga kami melihat harimau tersebut masih berkeliaran di wilayah sekitaran desa kami, sehingga kami tidak bisa melakukan pekerjaan mencari ikan yang tentunya berdampak pada kehidupan ekonomi kami," ujarnya.



Warga setempat berharap, Bupati Indragiri Hilir dan otoritas yang berwenang, yakni Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau segera mengevakuasi harimau dari desa itu.

"Kami sangat khawatir apabila masalah ini tidak segera ditindaklanjuti dengan serius, bisa kembali jatuh korban yang ini tentunya sangat tidak kita inginkan," kata Rayo.

Sebanyak tiga orang meninggal akibat serangan harimau sumatera di Kabupaten Indragiri Hilir selama 2019. Pada Kamis (24/10), seorang pekerja bernama Wahyu Kurniadi asal Provinsi Aceh, meninggal dunia dalam kondisi mengenaskan setelah menjadi korban penerkaman harimau sumatera di lahan konsesi PT Ria Indo Agropalma di Kecamatan Pelangiran.

Sebelumnya, harimau sumatera menyerang pekerja di konsesi PT Ria bernama M. Amri pada 23 Mei 2019. Korban diserang hingga tewas oleh satwa belang itu di Kanal Sekunder 41 PT Ria di Desa Tanjung Simpang.

Pada pada Agustus 2019, seorang warga asal Sumatera Selatan bernama Darwaman alias Nang (36) tewas akibat diterkam harimau sumatera liar di lahan konsesi PT Bhara Induk. Nang adalah warga Desa Tanjung Simpang.

Kepala BBKSDA Riau Suharyono belum merespons konfirmasi dari ANTARA terkait dengan permintaan warga Desa Tanjung Simpang.

Namun, sebelumnya setelah jatuh korban jiwa ketiga, Suharyono sempat menyatakan perlu kajian yang komprehensif untuk mengakhiri konflik harimau-manusia di Pelangiran.



Perlu ada langkah-langkah perencanaan untuk mengatasi konflik tersebut, karena selama ini daerah tersebut memang menjadi kantong habitat harimau sumatera, yakni Lanskap Kerumutan.

Daerah Pelangiran di Lanskap Kerumutan pada 2018 juga mengakibatkan jatuh korban jiwa dua orang akibat serangan harimau liar yang diberi nama Bonita. Harimau tersebut didiagnosa mengalami kelainan karena lebih suka berkeliaran pada siang hari dan tidak takut oleh keramaian manusia. BBKSDA Riau menyatakan Bonita akhirnya bisa ditangkap dan sudah direlokasi dari kawasan tersebut.

"Tidak bijak kalau langsung evakuasi (harimau, red.). Kita harus lihat dari kacamata yang lebih luas karena memang itu rumah harimau. Kemungkinan solusi ke depan harus lihat lebih bijak bagaimana harimau-harimau di wilayah tersebut," ujar Suharyono.
 

Pewarta: FB Anggoro

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019