Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau menyatakan kembali menyelamatkan seekor bayi gajah sumatera liar yang terkena jerat di konsesi hutan tanaman industri di Riau.
"(pemilik harusnya) Lebih bertanggung jawab terhadap areal konsesi yang diberikan oleh pemerintah. Perhatikan kewajibannya, termasuk melakukan perlindungan dan pengamanan serta unsur-unsur konservasi lainnya. Berorientasi pada keuntungan, okelah, tetapi jangan pula kesampingkan aspek perlindungan terhadap satwa liar yang memang sudah ada dari dulu di kawasan," kata Kepala BBKSDA Riau, Suharyono di Pekanbaru, Senin.
Baca juga: Warga heboh, induk gajah bersama anaknya berkeliaran di tepi jalan
Baca juga: Puluhan rumah warga rusak akibat amukan sekelompok gajah liar
BBKSDA Riau mendapat laporan dari masyarakat pada Sabtu (14/12) bahwa ada anak gajah yang terjerat di areal HTI PT Rimba Peranap Indah (RPI), Desa Pandan Wangi Kecamatan Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu. Tim BBKSDA Riau langsung menuju lokasi untuk melakukan penyelamatan.
Berdasarkan data BBKSDA Riau, sudah ada tiga ekor anak gajah sumatera (elephas maximus sumatranus) di tahun 2019 yang terkena jerat, dan membuat kakinya cacat. Untuk kasus di HTI milik PT RPI, gajah malang itu terjerat pada kaki kiri depan sehingga tidak bisa bergerak dan terpisah dari rombongannya.
"Apa Polhut (Polisi Kehutanan) saya yang harus jaga konsesi mereka? Kan tidak mungkin. Terus siapa yang tanggung jawab saat ada orang-orang yang tidak bertanggung jawab masuk konsesi mereka memasang jerat? Tentunya saat di beri konsesi, melekat di dalamnya kewajiban mengamankan," katanya.
Ia menyatakan lebih baik perusahaan pemegang izin konsesi untuk mengembalikan kawasan ke negara, apabila ternyata tidak sanggup menjaganya. "Kalo kemampuannya kurang dari X hektar, ya, selebihnya mestinya dikembalikan ke negara jika tidak mampu," kata Suharyono.
Baca juga: Delapan gajah dikembalikan ke bawah Bukit Serelo Lahat
Baca juga: Gajah liar ngamuk dan rusak pagar masjid
Dari hasil pengecekan terhadap anak gajah yang terjerat, diketahui satwa itu baru berumur tiga bulan dan berjenis kelamin betina. Diperkiraan satwa dilindungi itu sudah tiga hari kakinya terjerat dengan luka yang cukup dalam.
Setelah dilakukan tindakan medis awal, selanjutnya anak gajah tersebut dievakuasi ke Pusat Latihan Gajah (PLG) Minas di Kabupaten Siak, untuk perawatan lebih intensif. Jarak tempuh lokasi ke PLG Minas memerlukan perjalanan darat selama sekitar lima jam.
"Kita berharap ini kejadian terakhir ada satwa liar yang terkena jerat, dan mohon kepada masyarakat untuk tidak lagi memasang jerat satwa. Apapun alasannya, itu menyakiti sesama makhluk Tuhan dan merupakan perbuatan dosa, yang tidak hanya dipertanggungjawabkan di dunia berupa hukuman pidana tapi juga di akhirat nanti," katanya.
Bayi gajah sumatera tersebut kini mendapat perawatan di PLG Minas dan diberi nama Puan.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"(pemilik harusnya) Lebih bertanggung jawab terhadap areal konsesi yang diberikan oleh pemerintah. Perhatikan kewajibannya, termasuk melakukan perlindungan dan pengamanan serta unsur-unsur konservasi lainnya. Berorientasi pada keuntungan, okelah, tetapi jangan pula kesampingkan aspek perlindungan terhadap satwa liar yang memang sudah ada dari dulu di kawasan," kata Kepala BBKSDA Riau, Suharyono di Pekanbaru, Senin.
Baca juga: Warga heboh, induk gajah bersama anaknya berkeliaran di tepi jalan
Baca juga: Puluhan rumah warga rusak akibat amukan sekelompok gajah liar
BBKSDA Riau mendapat laporan dari masyarakat pada Sabtu (14/12) bahwa ada anak gajah yang terjerat di areal HTI PT Rimba Peranap Indah (RPI), Desa Pandan Wangi Kecamatan Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu. Tim BBKSDA Riau langsung menuju lokasi untuk melakukan penyelamatan.
Berdasarkan data BBKSDA Riau, sudah ada tiga ekor anak gajah sumatera (elephas maximus sumatranus) di tahun 2019 yang terkena jerat, dan membuat kakinya cacat. Untuk kasus di HTI milik PT RPI, gajah malang itu terjerat pada kaki kiri depan sehingga tidak bisa bergerak dan terpisah dari rombongannya.
"Apa Polhut (Polisi Kehutanan) saya yang harus jaga konsesi mereka? Kan tidak mungkin. Terus siapa yang tanggung jawab saat ada orang-orang yang tidak bertanggung jawab masuk konsesi mereka memasang jerat? Tentunya saat di beri konsesi, melekat di dalamnya kewajiban mengamankan," katanya.
Ia menyatakan lebih baik perusahaan pemegang izin konsesi untuk mengembalikan kawasan ke negara, apabila ternyata tidak sanggup menjaganya. "Kalo kemampuannya kurang dari X hektar, ya, selebihnya mestinya dikembalikan ke negara jika tidak mampu," kata Suharyono.
Baca juga: Delapan gajah dikembalikan ke bawah Bukit Serelo Lahat
Baca juga: Gajah liar ngamuk dan rusak pagar masjid
Dari hasil pengecekan terhadap anak gajah yang terjerat, diketahui satwa itu baru berumur tiga bulan dan berjenis kelamin betina. Diperkiraan satwa dilindungi itu sudah tiga hari kakinya terjerat dengan luka yang cukup dalam.
Setelah dilakukan tindakan medis awal, selanjutnya anak gajah tersebut dievakuasi ke Pusat Latihan Gajah (PLG) Minas di Kabupaten Siak, untuk perawatan lebih intensif. Jarak tempuh lokasi ke PLG Minas memerlukan perjalanan darat selama sekitar lima jam.
"Kita berharap ini kejadian terakhir ada satwa liar yang terkena jerat, dan mohon kepada masyarakat untuk tidak lagi memasang jerat satwa. Apapun alasannya, itu menyakiti sesama makhluk Tuhan dan merupakan perbuatan dosa, yang tidak hanya dipertanggungjawabkan di dunia berupa hukuman pidana tapi juga di akhirat nanti," katanya.
Bayi gajah sumatera tersebut kini mendapat perawatan di PLG Minas dan diberi nama Puan.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019