Para aktivis lingkungan mahasiswa dan seniman yang bergabung dalam Koalisi Langit Biru menggelar panggung duka dengan tema "matinya keadilan ekologis" sebagai penolakan atas putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bengkulu yang menolak seluruh gugatan warga atas pembatalan izin lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara 2x100 MW Teluk Sepang.

Koordinator kegiatan Yitno mengatakan panggung duka ini untuk menyampaikan kepada publik bahwa kalahnya gugatan rakyat adalah pertanda nyata bahwa keadilan ekologis sedang berada pada titik nadir.

"Rakyat harus bersiap-siap, bahwa dengan matinya keadilan ekologis harus disikapi sebagai awal kehancuran pondasi kehidupan rakyat," katanya di Pantai Berkas, Senin.

Dalam dialog panggung duka dengan tagar #matinyakeadilanekologis, Direktur Yayasan Azzam Prihatno mengatakan bahwa ada kekuatan besar yang berada di balik panggung proyek PLTU batubara Teluk Sepang. 

“Sementara pemerintah provinsi justru sepertinya tidak bisa mengambil keputusan yang tegas, kematian penyu adalah contohnya,” katanya.

Direktur Akar Foundation, Erwin Basrin mempertanyakan apakah PLTU itu patut atau tidak berada di Bengkulu, khususnya dengan pendekatan pencemaran.

Ia berpendapat jika terjadi perubahan secara tidak organis maka akan muncul korban, seperti 21 bangkai penyu yang ditemukan di Pantai Teluk Sepang dan kematian biota laut lainnya.

Sementara Ketua Kanopi Bengkulu, Ali Akbar menilai gerakan perlawanan rakyat belum masif untuk menghentikan pembangkit yang menggunakan energi kotor batu bara itu.

"Harus diakui bahwa perlawanan terhadap PLTU ini masih sangat minim dari sudut jumlah dan kualitas gerakan. Kekalahan dalam gugatan merupakan indikator kuat bahwa rakyat masih dipandang sebelah mata,” katanya. 

Namun dari semua refleksi tersebut, panggung duka menjadi pembelajaran bersama bahwa untuk melawan dominasi kekuatan modal diperlukan taktik dan strategi dengan modalitas kuat.

Kegiatan panggung duka menurutnya adalah bentuk nyata bahwa masyarakat sipil dapat bersatu untuk melawan kekuatan modal tersebut.

Pewarta: Gogo Priogo

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019