Pengurus Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Bengkulu bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menggelar nonton bareng dan diskusi film "The Bajau" produksi Watchdoc sekaligus menggalang donasi untuk masyarakat Suku Bajo yang bermukim di wilayah perairan Sulawesi Tenggara.
"Kondisi Suku Bajau ini dapat dikatakan mewakili kondisi masyarakat adat lainnya yang marjinal," kata Ketua AJI Bengkulu, Harry Siswoyo sebelum menggelar nobar, Minggu.
Ia mengatakan kelompok adat termasuk kelompok marjinal di Indonesia. Ada ribuan masyarakat adat di Nusantara, salah satunya adalah suku Bajo.
"Kelompok marjinal itu banyak seperti pengemis, difabel, kelopok agama minoritas," ujarnya.
Ia mengatakan acara ini bertujuan untuk menyampaikan keadaan kelompok marjinal yang ada di Indonesia salah satunya masyarakat adat suku Bajo atau Bajau.
"Suku ini tidak diperhitungkan, dipinggirkan dan tidak diperhatikan oleh pemerintah, itu juga yang terjadi dengan kelompok marjinal lainya," katanya.
Harry mengatakan salah satu kelompok marjinal yang terpingirkan di Bengkulu adalah kaum difabel dan disabilitas.
"Kita lihat di tempat umum Bengkulu tidak disediakan ekskalator khusus disabilitas, di jalanan pun hanya beberapa," katanya.
Acara ini dibagi dalam beberapa sesi, yang pertama sesi diskusi dan pembuatan mural lalu dilanjutkan dengan donasi untuk masyarakat adat Suku Bajo dan terakhir menonton filem "The Bajau".
Film "The Bajau" menunjukkan perbandingan antara mereka yang hidup "mengelana" di laut, dengan nasib orang Bajo yang sudah tersentuh tangan negara lewat program pemukiman dan dibuatkan rumah agar tinggal di darat dan diberi KTP agar punya kewarganegaraan dan identitas.
Film ini juga menunjukkan rekaman 13 tahun lalu di lokasi yang sama dan komunitas yang sama saat orang Bajo di Teluk Marombo Sulawesi Tenggara menikmati bulan madunya dengan peradaban laut, sebelum dimukimkan di darat dan masuknya tambang nikel dan perkebunan sawit.
Dari nonton bareng dan diskusi film "The Bajau" sekaligus menggalang donasi untuk masyarakat Suku Bajo itu terkumpul dana Rp500 ribu rupiah.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020
"Kondisi Suku Bajau ini dapat dikatakan mewakili kondisi masyarakat adat lainnya yang marjinal," kata Ketua AJI Bengkulu, Harry Siswoyo sebelum menggelar nobar, Minggu.
Ia mengatakan kelompok adat termasuk kelompok marjinal di Indonesia. Ada ribuan masyarakat adat di Nusantara, salah satunya adalah suku Bajo.
"Kelompok marjinal itu banyak seperti pengemis, difabel, kelopok agama minoritas," ujarnya.
Ia mengatakan acara ini bertujuan untuk menyampaikan keadaan kelompok marjinal yang ada di Indonesia salah satunya masyarakat adat suku Bajo atau Bajau.
"Suku ini tidak diperhitungkan, dipinggirkan dan tidak diperhatikan oleh pemerintah, itu juga yang terjadi dengan kelompok marjinal lainya," katanya.
Harry mengatakan salah satu kelompok marjinal yang terpingirkan di Bengkulu adalah kaum difabel dan disabilitas.
"Kita lihat di tempat umum Bengkulu tidak disediakan ekskalator khusus disabilitas, di jalanan pun hanya beberapa," katanya.
Acara ini dibagi dalam beberapa sesi, yang pertama sesi diskusi dan pembuatan mural lalu dilanjutkan dengan donasi untuk masyarakat adat Suku Bajo dan terakhir menonton filem "The Bajau".
Film "The Bajau" menunjukkan perbandingan antara mereka yang hidup "mengelana" di laut, dengan nasib orang Bajo yang sudah tersentuh tangan negara lewat program pemukiman dan dibuatkan rumah agar tinggal di darat dan diberi KTP agar punya kewarganegaraan dan identitas.
Film ini juga menunjukkan rekaman 13 tahun lalu di lokasi yang sama dan komunitas yang sama saat orang Bajo di Teluk Marombo Sulawesi Tenggara menikmati bulan madunya dengan peradaban laut, sebelum dimukimkan di darat dan masuknya tambang nikel dan perkebunan sawit.
Dari nonton bareng dan diskusi film "The Bajau" sekaligus menggalang donasi untuk masyarakat Suku Bajo itu terkumpul dana Rp500 ribu rupiah.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020