Pekanbaru (ANTARA Bengkulu) - Organisasi lingkungan global "World Wide Fund for Nature" (WWF) menegaskan kasus matinya belasan ekor gajah Sumatera di Riau salah satunya disebabkan lemahnya penagakan hukum di wilayah itu.

"Para pelaku pembunuh gajah, sejauh ini tidak pernah diproses hukum atau ditindaklanjuti secara nyata," kata Humas WWF Riau, Syamsidar, di Pekanbaru, Sabtu.

WWF mencatat, sepanjang tahun 2012 sebanyak 15 ekor gajah liar mati diduga akibat dibunuh. Jumlah ini jauh meningkat dibandingkan tahun 2011 yang hanya ditemukan lima bangkai gajag mati sia-sia.

Bahkan, demikian Syamsidar, WWF mencatat sejak tahun 2004 hingga saat ini dimana telah banyak gajah yang menjadi korban keserakahan manusia yang kerap membuka lahan perkebunan, tidak ada yang terungkap.

"Tidak ada satupun kasus yang diusut secara tuntas. Jangankan pelakunya, upaya proses penyelidikannya saja tapak seperti main-main dan tidak pernah jelas," katanya.

Parahnya lagi, lanjut kata Syamsidar, kasus-kasus kematian gajah di Riau yang begitu gencarnya diberitakan lewat berbagai media massa, hanya mendapat tanggapan omongan saja.

"Tidak ada realisasi yang jelas. Ketegasan hanya sebatas diucapkan saja oleh pemerintah atau aparat penegak hukum tanpa ada realisasi yang jelas," katanya.

Hal seperti ini hanya sebagian kecil bukti dari ketidakseriusan berbagai lembaga terkait dalam melindungi satwa lanka, katanya.

WWF kata Syamsidar juga sudah begitu "letih" untuk menyuarakan penyelamatan hewan langka seperti gajah Sumatra yang semakin diambang kepunahan.

"Koordinasi yang selama ini dijalin dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan aparat penegak hukum sepertinya hanya sia-sia," katanya.

Gajah-gajah menurut dia, terus saja berkonflik dengan manusia yang secara terus menerus melakukan upaya alihfungsi lahan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.

"Bahkan tidak hanya gajah, berbagai jenis satwa dilindungi lainnya juga bakal punah jika tidak ada penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku pembunuhnya," demikian Syamsidar. (ANTARA)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012