Jakarta (ANTARA Bengkulu) - 2012 bukanlah tahun emas bagi aksi pemberantasan korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian kembali bersitegang, bak mengulang kembali kasus "cicak - buaya".
Tercatat perebutan penanganan kasus simulator SIM yang melibatkan Mantan Kepala Korlantas Irjend Pol Djoko pada pertengahan 2012 antara KPK dan kepolisian.
Keinginan Kepolisian untuk mengganti penyidiknya di lembaga anti suap tersebut karena dinilai telah habis masa tugasnya dan penyegaran, membuat KPK limbung, mengingat para penyidik tersebut sedang bertugas.
Puncaknya, keinginan untuk menangkap Kompol Novel, salah satu tokoh dalam penyidikan kasus simulator SIM, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, pada Jumat petang 5 Oktober 2012.
Aksi tersebut dipimpin Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu Komisaris Besar Dedy Irianto dan didampingi sejumlah petinggi Polda Metro Jaya berpangkat Ajun Komisaris.
Kompol Novel dituduh telah melakukan penganiayaan saat ia bertugas pada 2004 lalu di Bengkulu.
Tuduhan tersebut tentu saja membuat banyak pertanyaan dari berbagai kalangan, sebab perkara tersebut terjadi 2004 lalu dan kepolisian juga telah menggelar sidang kode etik untuk kasus tersebut.
Apalagi saat itu pihak yang bersangkutan tengah melakukan penyidikan kasus simulator SIM terhadap perwira kepolisian.
"Ini bagian dari kriminalisasi (KPK)," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto geram pada Sabtu dinihari 6 Oktober 2012, saat menggelar konferensi pers terkait aksi polisi tersebut.
Jadilah, petang itu hingga Sabtu dini hari (6/12), Gedung KPK ramai terisi berbagai macam pihak, selain aparat kepolisian, juga banyak aktivis-aktivis pendukung KPK.
Para aktivis berdatangan, mediapun pada malam itu terus menerus menyorotkan kameranya ke gedung tersebut. Para aktivis berorasi, mendukung KPK untuk mempertahankan Kompol Baswedan.
Meski Kepolisian akhirnya tidak berhasil menangkap Kompol Baswedan, namun kondisi panas tersebut tidak juga mereda.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya harus turun tangan meredam situasi tersebut dengan berpidato pada Senin, 8 Oktober.
Presiden Yudhoyono dalam pidatonya meminta kasus simulator SIM diserahkan ke KPK, Penangkapan Kompol Novel dinilai tidak tepat waktu, dan biarkan menyelesaikan tugasnya, serta Presiden akan segera menerbitkan pengaturan terkait sumber daya penyidik KPK.
Pidato Presiden tersebut mampu meredakan situasi, namun demikian, situasi konflik masih saja terjadi.
2012 juga mencatat, aksi Menteri BUMN Dahlan Iskan yang melaporkan sejumlah anggota DPR yang dinilai memeras BUMN ke Badan Kehormatan DPR.
Selain itu, juga aksi Sekretaris Kabinet Dipo Alam yang melaporkan adanya dugaan korupsi di sejumlah kementerian ke KPK.
Menurut Pengamat Politik Charta Poltika Yunarto Wijaya, situasi ketegangan para aparat dalam pemberantasan korupsi terjadi akibat tiadanya ketegasan dari Presiden Yudhoyono.
"Seperti ada pembiaran dari Presiden dan ada kecenderungan upaya tidak mengindahkan dari bawahan Presiden, " katanya.
Untuk itu, menurut Yunarto, pemberantasan korupsi di 2012 belum bergerak lebih maju, bahkan kembali seperti mengulang pengalaman buruk 2009 saat munculnya kasus perseteruan Kabareskrim Susno Duadji dengan KPK (cicak buaya).
Peta korupsi
Sementara itu, dalam laman Anti-Corruption Clearing House (ACCH) yang dikembangkan KPK, mencatat hingga Agustus 2012, penanganan korupsi oleh KPK masih cukup tinggi.
Korupsi jenis penyuapan menempati posisi terbanyak sebesar 32 perkara, disusul pengadaan barang/jasa sebanyak 10 perkara.
Kondisi ini sejalan dengan 2010 dan 2011, dimana penyuapan menempatai posisi terbanyak dalam kasus korupsi. Padahal sebelumnya, korupsi jenis pengadaan barang/jasa pada 2005-2009 selalu mendominasi.
Sementara dari unsur profesi, KPK menangkap tersangka korupsi dari unsur profesi anggota DPR sebanyak 16 orang, disusul unsur pengusaha/swasta sebanyak 15 orang, dan unsur eselon I/II/III sebanyak 7 orang.
Dua unsur teratas yaitu dari anggota DPR dan dari unsur pengusaha/swasta saling menyalip dan memiliki jumlah hampir sama.
Pada 2012 (hingga per Agustus 2012), KPK melakukan penyelidikan 53 perkara, penyidikan 43 perkara, penuntutan 22 perkara, inkracht 16 perkara, dan eksekusi 20 perkara.
Sementara jumlah kasus yang ditangani KPK masih banyak diisi dari unsur Pemerintah Pusat yaitu sebanyak 15 perkara, wilayah Sumatera sebanyak 15 perkara, wilayah Jawa sebanyak 9 perkara, dan wilayah Sulawesi sebanyak 4 perkara.
Untuk penanganan korupsi lebih banyak ditemui di lingkungan instansi Kementerian/Lembaga Pusat sebanyak 15 perkara, disusul dari Pemerintah Provinsi sebanyak 13 perkara, dan posisi ketiga Pemerintah Kabupaten/Kota sebanyak 9 kasus. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012
Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian kembali bersitegang, bak mengulang kembali kasus "cicak - buaya".
Tercatat perebutan penanganan kasus simulator SIM yang melibatkan Mantan Kepala Korlantas Irjend Pol Djoko pada pertengahan 2012 antara KPK dan kepolisian.
Keinginan Kepolisian untuk mengganti penyidiknya di lembaga anti suap tersebut karena dinilai telah habis masa tugasnya dan penyegaran, membuat KPK limbung, mengingat para penyidik tersebut sedang bertugas.
Puncaknya, keinginan untuk menangkap Kompol Novel, salah satu tokoh dalam penyidikan kasus simulator SIM, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, pada Jumat petang 5 Oktober 2012.
Aksi tersebut dipimpin Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu Komisaris Besar Dedy Irianto dan didampingi sejumlah petinggi Polda Metro Jaya berpangkat Ajun Komisaris.
Kompol Novel dituduh telah melakukan penganiayaan saat ia bertugas pada 2004 lalu di Bengkulu.
Tuduhan tersebut tentu saja membuat banyak pertanyaan dari berbagai kalangan, sebab perkara tersebut terjadi 2004 lalu dan kepolisian juga telah menggelar sidang kode etik untuk kasus tersebut.
Apalagi saat itu pihak yang bersangkutan tengah melakukan penyidikan kasus simulator SIM terhadap perwira kepolisian.
"Ini bagian dari kriminalisasi (KPK)," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto geram pada Sabtu dinihari 6 Oktober 2012, saat menggelar konferensi pers terkait aksi polisi tersebut.
Jadilah, petang itu hingga Sabtu dini hari (6/12), Gedung KPK ramai terisi berbagai macam pihak, selain aparat kepolisian, juga banyak aktivis-aktivis pendukung KPK.
Para aktivis berdatangan, mediapun pada malam itu terus menerus menyorotkan kameranya ke gedung tersebut. Para aktivis berorasi, mendukung KPK untuk mempertahankan Kompol Baswedan.
Meski Kepolisian akhirnya tidak berhasil menangkap Kompol Baswedan, namun kondisi panas tersebut tidak juga mereda.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya harus turun tangan meredam situasi tersebut dengan berpidato pada Senin, 8 Oktober.
Presiden Yudhoyono dalam pidatonya meminta kasus simulator SIM diserahkan ke KPK, Penangkapan Kompol Novel dinilai tidak tepat waktu, dan biarkan menyelesaikan tugasnya, serta Presiden akan segera menerbitkan pengaturan terkait sumber daya penyidik KPK.
Pidato Presiden tersebut mampu meredakan situasi, namun demikian, situasi konflik masih saja terjadi.
2012 juga mencatat, aksi Menteri BUMN Dahlan Iskan yang melaporkan sejumlah anggota DPR yang dinilai memeras BUMN ke Badan Kehormatan DPR.
Selain itu, juga aksi Sekretaris Kabinet Dipo Alam yang melaporkan adanya dugaan korupsi di sejumlah kementerian ke KPK.
Menurut Pengamat Politik Charta Poltika Yunarto Wijaya, situasi ketegangan para aparat dalam pemberantasan korupsi terjadi akibat tiadanya ketegasan dari Presiden Yudhoyono.
"Seperti ada pembiaran dari Presiden dan ada kecenderungan upaya tidak mengindahkan dari bawahan Presiden, " katanya.
Untuk itu, menurut Yunarto, pemberantasan korupsi di 2012 belum bergerak lebih maju, bahkan kembali seperti mengulang pengalaman buruk 2009 saat munculnya kasus perseteruan Kabareskrim Susno Duadji dengan KPK (cicak buaya).
Peta korupsi
Sementara itu, dalam laman Anti-Corruption Clearing House (ACCH) yang dikembangkan KPK, mencatat hingga Agustus 2012, penanganan korupsi oleh KPK masih cukup tinggi.
Korupsi jenis penyuapan menempati posisi terbanyak sebesar 32 perkara, disusul pengadaan barang/jasa sebanyak 10 perkara.
Kondisi ini sejalan dengan 2010 dan 2011, dimana penyuapan menempatai posisi terbanyak dalam kasus korupsi. Padahal sebelumnya, korupsi jenis pengadaan barang/jasa pada 2005-2009 selalu mendominasi.
Sementara dari unsur profesi, KPK menangkap tersangka korupsi dari unsur profesi anggota DPR sebanyak 16 orang, disusul unsur pengusaha/swasta sebanyak 15 orang, dan unsur eselon I/II/III sebanyak 7 orang.
Dua unsur teratas yaitu dari anggota DPR dan dari unsur pengusaha/swasta saling menyalip dan memiliki jumlah hampir sama.
Pada 2012 (hingga per Agustus 2012), KPK melakukan penyelidikan 53 perkara, penyidikan 43 perkara, penuntutan 22 perkara, inkracht 16 perkara, dan eksekusi 20 perkara.
Sementara jumlah kasus yang ditangani KPK masih banyak diisi dari unsur Pemerintah Pusat yaitu sebanyak 15 perkara, wilayah Sumatera sebanyak 15 perkara, wilayah Jawa sebanyak 9 perkara, dan wilayah Sulawesi sebanyak 4 perkara.
Untuk penanganan korupsi lebih banyak ditemui di lingkungan instansi Kementerian/Lembaga Pusat sebanyak 15 perkara, disusul dari Pemerintah Provinsi sebanyak 13 perkara, dan posisi ketiga Pemerintah Kabupaten/Kota sebanyak 9 kasus. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012