Belum ada sikap tegas dari Pemerintah Provinsi Bengkulu terkait pengelolaan Mess Pemda yang berada di kawasan pantai Tapak Paderi, Kota Bengkulu, apakah akan dikelola sendiri atau diserahkan kepada investor atau swasta.

Disatu sisi, usulan anggaran renovasi Mess Pemda sudah diketok oleh DPRD Provinsi Bengkulu masuk dalam APBD Provinsi Bengkulu tahun 2020. Anggarannya sekitar Rp14 miliar. Pemprov Bengkulu akan mengelola sendiri bangunan ini.

Tetapi disisi lain Pemprov Bengkulu masih membuka peluang agar pengelolaan gedung bundar yang berdekatan dengan Benteng Marlborough itu dikelola oleh swasta. Buktinya, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Kamis (6/2) menerima dokumen penawaran pengelolaan Mess Pemda dari PT Pasific Global Investment milik investor asal Korea.

Kegalauan soal Mess Pemda ini sudah berlangsung sejak gedung ini dibangun pada 2007 lalu di era Gubernur Agusrin M Najamudin. Proses lelang pengelolaan pun berulang kali dilakukan, termasuk di era Gubernur Junaidi Hamsyah. 

Di era Gubernur Rohidin Mersyah pun proses lelang tetap dilakukan namun selalu saja menemui jalan buntu. Alasannya beragam, mulai dari pemenang lelang yang mengundurkan diri hingga tak ada penawar yang memenuhi persyaratan.

Kegamangan juga terlihat pada saat Rohidin menerima kunjungan petinggi PT Pasific Global Investmen untuk menyerahkan dokumen LOI pengelolaan Mess Pemda di kantor Gubernur Bengkulu. 

Dihadapan sekitar 10 orang petinggi Pasific Group yang merupakan warga Korea ini, Rohidin berulang kali menegaskan soal kepastian pengelolaan. Ada semacam kekhawatiran dibalik penegasan ini. Wajar, mengingat usulan anggaran pengelolaan Mess Pemda ini sudah diketok oleh DPRD Provinsi Bengkulu masuk dalam APBD 2020. 

Pada prinsipnya Rohidin menyambut baik niatan investor Korea itu. Hanya saja, kata Rohidin, Pemprov Bengkulu memerlukan kepastian soal pengelolaan ini. Investor Korea ini diharapkan ikut mekanisme lelang pengelolaan Mess Pemda tersebut.

"Karena sekali lagi kita butuh kepastian. Orang sekarang kepastian itu yang mahal," kata Rohidin. "Ketika tidak jangan kasih waktu terlalu lama, nanti APBD kita molor tidak terserap, sementara dari sisi teman-teman Pasific juga tidak ada kepastian," tegas Gubernur Bengkulu.

Hal berbeda diungkapkan Rohidin pada kesempatan wawancara sekitar awal Agustus 2019 lalu. Kala itu Rohidin optimis Pemprov Bengkulu mampu merenovasi sendiri Mess Pemda yang sudah terbengkalai itu. Hal ini didasarinya atas pengalaman merenovasi bangunan Masjid  Raya Baitul Izzah dan gedung Balai Buntar. Saat itu anggaran renovasi Mess Pemda masih tahap pengusulan.

Saat pertemuan dengan investor asal Korea ini, Rohidin juga menegaskan soal prinsip pengelolaan Mess Pemda. Bagi Pemprov Bengkulu, kata Rohidin, pengelolaan Mess Pemda kepada pihak ke-3 ini tidak berorientasi pada keuntungan semata, tetapi lebih pada orientasi pertumbuhan ekonomi daerah. "Bukan keuntungan dalam bentuk cash flow langsung, kita lebih melihat pada ketika ada investasi infrastruktur terbangun maka benefit ekonomi akan kita dapatkan," kata Rohidin.

Tetap lewat mekanisme lelang

PT Pasific Global Investmen yang berniat mengelola Mess Pemda tetap harus mengikuti mekanisme lelang. Terkait ini, Pemprov Bengkulu dalam waktu dekat akan membuka kembali lelang pengelolaan Mess Pemda. Mekanisme lelang ini mensyarakatkan harus ada 3 perusahaan penawar, jika kurang maka lelang tidak dilanjutkan.

Kepala Bidang Aset Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi Bengkulu, Syahrul Azwari menjelaskan, Pemprov Bengkulu memberikan syarat bagi perusahaan yang berminat mengikuti lelang yakni menyanggupi uang jaminan sebesar Rp2,1 miliar beserta uang modal kerja sebesar Rp6 miliar. Jika ingin menang, perusahaan wajib menawar diatas harga tersebut.

"Syarat lelang harus dipenuhi, apalagi investor asal Korea ini belum pernah ikut lelang yang sudah kita lakukan selama ini," jelas Syahrul. Pemprov Bengkulu menawarkan kontrak pengelolaan selama 30 tahun. Aturan ini berbeda dari aturan sebelumnya yakni 20 tahun. Massa kontrak 20 tahun ini dinilai terlalu singkat dan banyak perusahaan yang menolak. "Calon pengelola tetap harus ikut lelang karena ini aturan, tidak bisa langsung menang," tegas Syahrul.

Kata Syahrul, saat ini pihaknya tengah menyiapkan seluruh dokumen untuk kembali membuka lelang Mess Pemda. Jika semua dokumen sudah cukup, diperkirakan lelang akan dibuka pada 10 Februari nanti.

Disisi lain, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengungkapkan, pembicaraan bersama investor Korea yang berminat mengelola Mess Pemda ini sudah dibicarakan sejak beberapa waktu lalu. Hal ini berbarengan dengan pembicaraan investasi bernilai Rp11,5 triliun yang akan dikucurkan PT Pasific Global Investment untuk membuat rel kereta api yang menghubungkan pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu dan stasiun Kota Padang, Rejang Lebong.

"Tahapannya sudah cukup lama, hampir berbarengan dengan rel kereta api, juga belum nendang-nendang. Kita kasih deadline waktu, karena sekali lagi kita butuh kepastian," ucap Rohidin.


Bangunan Mess Pemda melanggar aturan

Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPRD Provinsi Bengkulu, Edwar Samsi menyebut pendirian bangunan Mess Pemda ini melanggar aturan tentang lingkungan hidup. Hal ini diungkapkannya usai menggelar rapat dengar pendapat bersama para ahli lingkungan hidup dan organisasi peduli lingkungan hidup di Bengkulu beberapa waktu lalu.

Kata Edwar, bangunan Mess Pemda yang menelan biaya puluhan miliar ini berdiri di tempat yang salah, yakni disempadan pantai. Hal ini lah yang disebutnya bertentangan dengan aturan tentang lingkungan hidup tersebut. 

"Itu bangunan melanggar aturan perundang-undangan tentang lingkungan, karena bangunan itu dibangun di sempadan garis pantai dan itu tidak boleh," tegas Edwar.

Anggota Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu ini juga meragukan izin lingkungan bangunan tersebut. Edwar mempertanyakan mengapa bangunan yang jelas terindikasi melanggar aturan ini bisa dikeluarkan izin lingkungannya.

Dari fakta ini Edwar meminta Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk tidak melanjutkan rencana pembangunan Mess Pemda tersebut. "Kalau dipaksakan tetap dibangun itu tetap melanggar, masa kita suruh dia melanggar terus menerus," papar Edwar.

Edwar juga menyebut sebelum adanya kejelasan terhadap status izin lingkungan bangunan tersebut, anggaran renovasi Mess Pemda sebesar Rp14 miliar yang masuk dalam APBD Provinsi Bengkulu tahun 2020 untuk sementara jangan digunakan.

Praktisi hukum Bengkulu, Aizan Dahlan sependapat dengan hal ini. Aizan bahkan lebih tegas, ia meminta bangunan Mess Pemda yang melanggar aturan itu dirobohkan. "Kalau saya menyarankan bangunan ini dirobohkan, diratakan dengan tanah," tegas Aizan. 

Dijelaskan Aizan, salah satu peraturan yang mengatur tentang garis sempadan pantai atau GSP ini adalah Undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 

Menurut Undang-undang ini GSP adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titip pasang tertinggi ke arah darat. GSP ini merupakan upaya untuk melindungi masyarakat sekitar dari bahaya pasang tinggi, abrasi dan untuk menjaga pantai dari pencemaran.

Kendati demikian, Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menetapkan batas garis sempadan pantai (GSP) melalui Peraturan Daerah atau Perda. Namun Perda ini tetap harus mengacu pada Undang-undang yang mengaturnya. "Pasang tertinggi dari hasil investigasi kami ini paling jaraknya tidak sampai 10 meter," jelas Aizan.

Pewarta: Carminanda

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020