Dolar AS anjlok secara luas pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), setelah kenaikan klaim pengangguran yang belum pernah terjadi sebelumnya mendorong investor mengantisipasi bahwa pemerintah AS dan Federal Reserve (Fed) akan mengambil langkah-langkah baru untuk merangsang ekonomi.

Jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim untuk tunjangan pengangguran melonjak ke rekor lebih dari tiga juta pekan lalu, karena langkah-langkah ketat untuk menahan pandemi Virus Corona membuat negara itu berhenti tiba-tiba, melepaskan gelombang PHK yang kemungkinan mengakhiri booming lapangan kerja terpanjang dalam sejarah AS.

"Jumlah itu telah mengirimkan rasa takut di pasar. Jika angka-angka ini berlanjut selama tiga atau empat minggu, akan ada permintaan untuk lebih banyak dukungan fiskal, dan bahkan lebih banyak dukungan moneter dari Fed," kata Kepala Strategi Pasar Prudential Financial, Quincy Krosby di Newark, New Jersey.

Ledakan pengangguran diumumkan tidak lama setelah Ketua Fed Jerome Powell mengatakan bahwa AS "mungkin berada dalam resesi" tetapi kemajuan dalam mengendalikan penyebaran Virus Corona akan menentukan kapan ekonomi dapat sepenuhnya dibuka kembali.

Pernyataan tersebut adalah pengakuan yang tidak biasa dari Ketua Fed bahwa ekonomi mungkin mengalami kontraksi bahkan sebelum data mengkonfirmasikannya.

Sementara itu, saham-saham menguat untuk hari ketiga di tengah angka yang suram, karena investor fokus pada prospek stimulus tambahan.

Senat AS pada Rabu (25/3/2020) dengan suara bulat mendukung rancangan undang-undang dua triliun dolar yang bertujuan membantu pekerja dan industri yang menganggur dirugikan oleh pandemi Virus Corona, serta memberikan miliaran dolar untuk membeli peralatan medis yang sangat dibutuhkan.

Ketua DPR Nancy Pelosi mengatakan langkah selanjutnya adalah undang-undang untuk mengatasi cuti keluarga, pensiun, bantuan makanan dan lebih banyak bantuan kepada pemerintah negara bagian dan lokal, mengatakan bahwa tidak ada pertanyaan bahwa lebih banyak uang akan dibutuhkan.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, jatuh 1,67 persen menjadi 99,3761 pada akhir perdagangan, merupakan level terendah dalam satu minggu terakhir.

Euro melonjak 1,42 persen terhadap greenback menjadi 1,1034 dolar. Dolar terperosok 1,57 persen terhadap yen Jepang menjadi 109,44 yen.

Sterling melambung 2,43 persen menjadi 1,2174 dolar dan dolar Australia menguat 2,00 persen menjadi 0,6077 dolar AS.

Federal Reserve pekan lalu meluncurkan pembelian obligasi baru dan program pinjaman dalam upaya untuk meredakan kebuntuan pasar.

Bank sentral juga berkomitmen menukar dolar untuk mata uang asing dengan bank sentral utama lainnya setelah permintaan dolar AS melonjak minggu lalu mengirimnya ke tertinggi tiga tahun terhadap euro, tertinggi 35 tahun terhadap sterling dan tertinggi 17 tahun terhadap dolar Australia.

Tetapi banyak analis melihat volatilitas di pasar akan berlanjut sampai kondisi terburuk dari virus dan efeknya terhadap ekonomi telah berlalu.

"Meskipun langkah-langkah Fed terbaru telah membantu menenangkan pasar, selama krisis COVID-19 berlanjut dan ekonomi dunia secara efektif terkunci, kita akan melihat pasar tetap dalam kekacauan," kata analis valuta asing Bank of America dalam sebuah laporan pada Kamis (26/3/2020).

Pewarta: Apep Suhendar

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020