Bengkulu (Antara Bengkulu) - Komoditas sengon yang menjadi program andalan
Pemerintah Kabupaten Kepahiang, Bengkulu sudah mendapat pangsa pasar di China, kata Bupati Kepahiang, Bando Amin.
"Pembeli atau buyer dari China sudah siap menampung kayu sengon hasil olahan setengah jadi," katanya di Bengkulu, Selasa.
Ia mengatakan hal itu saat menjadi pemateri dalam bedah ilmiah bertema "program budidaya sengon sebagai solusi peningkatan ekonomi masyarakat Bengkulu" di Laboratorium Ilmu Komunikasi Universitas Bengkulu.
Kabupaten Kepahiang yang gencar mengembangkan komoditas kayu sengon sejak 2005 bahkan sudah membangun pabrik pengolahan kayu itu di Desa Muaran Langkap Kecamatan Seberang Musi.
"Pembangunan industri ini diperkirakan akan melibatkan 20.000 orang mulai dari petani penanam sengon hingga pekerja pabrik," katanya.
Ia mengatakan bahwa keterlibatan petani sangat terbuka dalam program ini. Bantuan yang diberikan mulai dari pembuatan sertifikat lahan hingga bantuan modal penanaman sengon.
Meski tidak memiliki data valid terkait jumlah petani yang mengembangkan tanaman sengon, minat petani menurutnya dapat digambarkan dengan tingginya permintaan bibit di daerah itu.
"Permintaan bibit sangat tinggi sehingga harganya juga naik dari Rp500 menjadi Rp1.000 per batang," tambahnya.
Bando mengatakan pengembangan tanaman sengon tidak berarti meminggirkan tanaman unggulan lainnya yang sudah lebih dahulu dikembangkan petani di daerah itu seperti kopi dan kakao.
Komoditas sengon menurutnya dapat dikembangkan dengan sistem agroforestry dimana tanaman tersebut ditanam disela-sela kopi dan kakao.
"Bahkan konsep yang kami kembangkan tidak hanya sengon dengan kopi atau kakao, tapi masih ada tanaman lain yaitu cabai dan talas jepang di bawahnya," katanya menerangkan.
Bedah ilmiah itu menghadirkan sejumlah akademisi Universitas Bengkulu antara lain Panji Suminar dosen Ilmu Sosial Politik yang membedah sosial budaya, Enggar Apriyanto, dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian, Syaiful Anwar bidang ekonomi.
Sementara Emilia Contessa dari Fakultas Hukum Universitas Bengkulu yang membedah hukum agraria menilai program ini dari sisi pengelolaan agraria sangat positif.
"Karena petani diakui kepemilikan lahannya dan terlibat aktif dalam program ini," katanya.
Ke depan kata dia, program sejenis sangat didorong pemerintah, bahkan lembaga nonpemerintah dimana salah satunya mendorong kebijakan moratorium pemberian izin hak guna usaha (HGU). (ANT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Pembeli atau buyer dari China sudah siap menampung kayu sengon hasil olahan setengah jadi," katanya di Bengkulu, Selasa.
Ia mengatakan hal itu saat menjadi pemateri dalam bedah ilmiah bertema "program budidaya sengon sebagai solusi peningkatan ekonomi masyarakat Bengkulu" di Laboratorium Ilmu Komunikasi Universitas Bengkulu.
Kabupaten Kepahiang yang gencar mengembangkan komoditas kayu sengon sejak 2005 bahkan sudah membangun pabrik pengolahan kayu itu di Desa Muaran Langkap Kecamatan Seberang Musi.
"Pembangunan industri ini diperkirakan akan melibatkan 20.000 orang mulai dari petani penanam sengon hingga pekerja pabrik," katanya.
Ia mengatakan bahwa keterlibatan petani sangat terbuka dalam program ini. Bantuan yang diberikan mulai dari pembuatan sertifikat lahan hingga bantuan modal penanaman sengon.
Meski tidak memiliki data valid terkait jumlah petani yang mengembangkan tanaman sengon, minat petani menurutnya dapat digambarkan dengan tingginya permintaan bibit di daerah itu.
"Permintaan bibit sangat tinggi sehingga harganya juga naik dari Rp500 menjadi Rp1.000 per batang," tambahnya.
Bando mengatakan pengembangan tanaman sengon tidak berarti meminggirkan tanaman unggulan lainnya yang sudah lebih dahulu dikembangkan petani di daerah itu seperti kopi dan kakao.
Komoditas sengon menurutnya dapat dikembangkan dengan sistem agroforestry dimana tanaman tersebut ditanam disela-sela kopi dan kakao.
"Bahkan konsep yang kami kembangkan tidak hanya sengon dengan kopi atau kakao, tapi masih ada tanaman lain yaitu cabai dan talas jepang di bawahnya," katanya menerangkan.
Bedah ilmiah itu menghadirkan sejumlah akademisi Universitas Bengkulu antara lain Panji Suminar dosen Ilmu Sosial Politik yang membedah sosial budaya, Enggar Apriyanto, dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian, Syaiful Anwar bidang ekonomi.
Sementara Emilia Contessa dari Fakultas Hukum Universitas Bengkulu yang membedah hukum agraria menilai program ini dari sisi pengelolaan agraria sangat positif.
"Karena petani diakui kepemilikan lahannya dan terlibat aktif dalam program ini," katanya.
Ke depan kata dia, program sejenis sangat didorong pemerintah, bahkan lembaga nonpemerintah dimana salah satunya mendorong kebijakan moratorium pemberian izin hak guna usaha (HGU). (ANT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013