Beijing (Antara/AFP) - Dua remaja Tibet tewas dalam aksi bakar diri sebagai bentuk protes atas pemerintahan China, demikian laporan media dan Organisasi Hak Asasi Manusia Barat.

Dua remaja yang melakukan bakar diri bersama itu adalah teman satu kelas saat di sekolah dasar.

Mereka adalah Sonam Dargye (18) dan seorang remaja berusia 17 tahun yang diidentifikasi dengan nama Rinchen oleh Radio Free Asia (RFA) yang berkantor pusat di Amerika Serikat.

Mereka tewas Selasa di Prefektur Aba, daerah Tibet di Provinsi Sichuan, China barat daya, tempat terjadinya gelombang tindakan mengerikan itu, kata RFA.

Stephanie Brigden, pimpinan kelompok kampanye "Free Tibet" (Tibet Merdeka) yang berbasis di London dan melaporkan kematian itu, mengatakan "anak-anak Tibet ... menghadapi segala bentuk tantangan untuk hidup di bawah penindasan, dan sering turut berpartisipasi penuh dalam perjuangan untuk menolak hal itu. "

Aksi bakar diri itu menyusul laporan kematian Namlha Tsering (49) pada Minggu setelah melakukan aksi di tengah sebuah jalan sibuk di Xiahe yang terletak di barat laut provinsi Gansu, tambah RFA.

Dalam lamannya, ia  menunjukkan sebuah foto seorang pria yang konon bernama Namlha Tsering sedang dilalap api, duduk di jalan dengan kaki tersilang di tengah lalu lalang kendaraan.

"Free Tibet" mengatakan pria yang juga dikenal sebagai Hoba itu meninggalkan seorang istri dan empat anak.

Lebih dari 100 orang telah melakukan aksi bakar diri  untuk memprotes aturan China sejak 2009. Dari jumlahitu setidaknya 85 orang telah meninggal, kata laporan tersebut.

Kampanye internasional untuk Tibet yang berbasis di Washington itu mengatakan sedikitnya 22 orang dari mereka yang telah melakukan aksi bakar diri itu berusia 18 tahun atau lebih muda, termasuk pelaku aksi bakar diri bersama pada Selasa.

Banyak rakyat Tibet di China menuduh pemerintah melakukan penindasan agama dan mengikis budaya mereka seiring dengan semakin banyaknya kelompok etnis mayoritas Han pergi ke wilayah bersejarah Tibet.

Beijing menolak kritik terkait pemerintahannya, dan mengatakan bahwa Tibet menikmati kebebasan beragama serta menunjukkan adanya aliran investasi berkelanjutan yang besar yang masuk ke kawasan itu.

Investasi itu dikatakan telah membawa modernisasi dan standar hidup yang lebih baik ke Tibet.

Pihak berwenang telah berusaha menindak aksi protes itu dengan menangkap orang-orang yang dituduh menghasut para pelaku aksi bakar diri dan mendakwa mereka dengan tuduhan pembunuhan.

Pemerintah telah memulai publisitas maksimal mengenai masalah ini dalam beberapa pekan terakhir.

Beijing menuduh pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama, dan rekan-rekannya menghasut tindakan tersebut untuk mendorong agenda separatisme.

Namun Dalai Lama mengatakan dia hanya mencari otonomi yang lebih besar dan bukannya kemerdekaan Tibet.

Peraih Nobel itu melarikan diri dari Tanah Airnya pada 1959 setelah pemberontakan yang gagal. Sejak itu, dia bermarkas di sebuah kota perbukitan di India, Dharamshala. (ANTARA)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013