Sejumkah aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Bengkulu mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bengkulu menyampaikan penolakan kebijakan RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja karena dinilai akan merugikan masyarakat.

"Pemerintah menganggap RUU Omnibus Law Cipta Kerja adalah sebuah terobosan untuk mendorong peningkatan investasi, lapangan kerja dan perekonomian nasional tapi ini terobosan yang buruk," kata Koordinator Lapangan Kelvin Aldo di Bengkulu, Kamis. 

Ia menambahkan bahwa RUU Cipta Kerja sangat berbahaya bagi pemenuhan hak-hak masyarakat, utamanya bagi nasib tenaga kerja di Indonesia, berimbas pada mudahnya tenaga kerja asing masuk ke Indonesia, praktek sistem pekerja kontrak yang selamanya bisa diterapkan perusahaan dan bisa berlaku pada seluruh bidang pekerjaan tanpa batas waktu.

Selain itu draf UU yang diajukan pemerintah itu juga mengeksploitasi waktu kerja, hingga hilangnya kewajiban pesangon dan jaminan sosial pada pekarja sekaligus hilangnya sanksi pidana kepada perusahaan.

Kelvin mengatakan jika saat ini pandemi sedang menyerang dunia dan pemerintah di negara lain totalitas mengatasi COVID-19, pemerintah Indonesia justru sibuk menyelesaikan proyek Omnibus Law yang dinilai titipan para oligarki.

"Kami mengira bahwa para penghuni senayan akan membentuk pansus guna mengawasi anggaran ratusan triliun agar sampai kepada rakyatnya ternyata tak ada sama sekali pembahasannya," ujarnya.

Oleh karena itu para aktivis mahasiswa ini mendeklarasikan menolak pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, menolak RUU HIP dan wajib dicabut dari prolegnas.

Lanjut Kelvin, pihaknya menuntut pemerintah untuk memberikan solusi konkret terhadap stabilitasi harga-harga hasil pertanian pasca pandemi COVID-19.

Pewarta: Anggi Mayasari

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020