Aktivis demokrasi, Joshua Wong, pada Senin mendaftar untuk jadi anggota legislatif di Kota Hong Kong sehingga memicu kemungkinan dia akan dihalangi oleh otoritas setempat untuk turut serta.

Pasalnya, otoritas setempat sempat melarang Wong untuk mencalonkan diri sebagai anggota parlemen pada pemilihan sebelumnya.

Wong merupakan salah satu dari belasan politisi muda yang mengalahkan para kandidat tua pada pemilihan pendahuluan tidak resmi dari kubu oposisi pada bulan ini. Banyak pihak berpendapat pemilihan itu merupakan bentuk protes terhadap Undang-Undang Keamanan Baru yang ditetapkan Beijing.

Pemilihan anggota legislatif pada 6 September 2020 akan melihat sejauh mana usaha kalangan oposisi dapat mengambil alih pengaruh di kota yang telah dipenuhi oleh para loyalis Beijing. Sedikitnya hanya separuh dari total kursi di parlemen Kota Hong Kong yang dapat dipilih langsung.

Sejumlah pengamat politik dan aktivis demokrasi memperkirakan otoritas setempat akan berupaya mendiskualifikasi sejumlah kandidat.

Beijing mengatakan pemilihan pendahuluan dari kubu oposisi ilegal dan kemungkinan melanggar Undang-Undang Keamanan yang baru berlaku di Hong Kong. UU itu akan memidanakan warga yang diduga melakukan upaya makar, subversi, terorisme, dan kolusi dengan angkatan bersenjata asing dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.

"Dengan adanya kemungkinan dipidana penjara seumur hidup ... saya masih berharap menerima mandat dari rakyat dan menunjukkan kepada dunia bahwa kami akan terus berjuang sampai napas penghabisan," kata Wong, yang meyakini dirinya merupakan sasaran utama dari beleid itu.

Dalam empat tahun terakhir, otoritas di Hong Kong telah melarang 18 aktivis pro-demokrasi untuk mencalonkan diri pada pemilihan legislatif, dan salah satu di antaranya merupakan Joshua Wong, demikian hasil kajian Civil Rights Observer.

Wong saat berusia 17 tahun menjadi ikon aksi protes pelajar yang disebut "Umbrella Movement" pada 2014. Namun, ia tidak tampil sebagai figur utama pada aksi unjuk rasa yang kerap berujung pada kericuhan di Hong Kong pada tahun lalu.

Namun, ia cukup aktif menggalang dukungan untuk gerakan pro-demokrasi Hong Kong di luar negeri. Wong telah menemui sejumlah politisi di Amerika Serikat, Eropa, dan beberapa daerah lainnya sehingga sempat memancing kemarahan dari Beijing.

Beijing menyebut Wong sebagai "tangan hitam" atau kaki tangan asing.

Wong sempat didiskualifikasi oleh otoritas setempat sebagai calon pemilihan dewan distrik pada tahun lalu karena misi politiknya yang mendorong penentuan nasib sendiri di Hong Kong melanggar undang-undang pemilihan umum.

Saat itu, ia menyebut kebijakan pemerintah sebagai upaya sensor politik.

Wong mengatakan ia mendukung usulan referendum yang tidak mengikat untuk masa depan Hong Kong. Ia menyangkal dirinya mendukung visi Hong Kong merdeka.

Wong tidak menandatangani dokumen yang memastikan kandidat setia terhadap Hong Kong dan Undang-Undang Dasar-nya atau Basic Law. Dokumen itu tidak wajib ditandatangani oleh para kandidat, tetapi UU Keamanan Baru mewajibkan mereka menyatakan kesetiaan lewat tulisan atau perangkat lainnya.

Sumber: Reuters

Pewarta: Genta Tenri Mawangi

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020