Pekanbaru (Antara Bengkulu) - Warga mengeluhkan empat sumur di daerah Wonosobo Ujung Kelurahan Talang Mandi, Kabupaten Bengkalis, Riau, terkontaminasi minyak yang diduga berasal dari pengolahan limbah PT Chevron Pacific Indonesia.

"Air di empat sumur milik warga sebenarnya sudah bercampur dengan minyak sejak tahun 2010, tapi baru sekarang keluhan kita dapat respon," kata Akmal Wahdi, seorang korban warga di Kecamatan Mandau itu, yang dihubungi Antara dari Pekanbaru, Selasa.

Ia menjelaskan, tiga warga Wonosobo lainnya yang sumurnya tercemar minyak antara lain Elianis, Devi Lestari dan Yeni Reflina. Mereka tinggal di RT01/RW5.

Akmal menjelaskan dirinya sudah tinggal di daerah itu sejak tahun 2007. Sedangkan, air sumur mulai tercemar minyak setelah Chevron melakukan proyek limbah di daerah tersebut pada 2009.

Air sumur itu kini berwarna hitam dan tidak bisa lagi untuk dikonsumsi.

"Proyek pengambilan limbah Chevron di daerah ini dimulai sejak 2009, dan air sumur mulai berubah jadi bercampur minyak setahun kemudian pada 2010," katanya.

Ia mengatakan dampak pencemaran dari air itu membuat warga kesulitan mendapat air bersih, selain timbul penyakit gatal-gatal pada kulit. Warga juga terpaksa menunggu hujan untuk mendapatkan air.

"Kalau ada hujan kami tampung airnya untuk mandi dan cuci, kalau sedang kemarau kita terpaksa beli air," ujarnya.

Ia menambahkan, warga berulang kali sudah menyurati perusahaan mengenai kasus tersebut. Selain itu, warga juga menyurati Pemkab Bengkalis pada Februari lalu.

Staf Teknis Penegakan Hukum Lingkungan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bengkalis Agus Susanto mengatakan pihaknya langsung turun ke lapangan untuk menindaklanjuti laporan warga Wonosobo.

BLH didampingi perwakilan Chevron dan PT Sucofindo telah mengambil sampel air untuk diteliti pada Selasa (9/4) siang.

Sampel diambil dari tiga sumur warga Wonosobo dan dua titik di bagian hilir dan hulu untuk pembanding.

Uji sampel air yang tercemar itu akan dilakukan dilaboratorium PT Sucofindo sesuai dengan kesepakatan dari warga. Sampel air itu nanti akan melalui pengujian "finger print" minyak yang memakan waktu sekitar 15 hari.

"Selanjutnya BLH membuat laporan verifikasi terkait hasil uji lab dari Sucofindo paling lama enam hari setelah hasil analisis diterima," kata Agus yang ikut menyaksikan pengambilan sampel air.

Pengambilan sampel air akan dilakukan sebanyak dua kali pada saat musim kemarau untuk memastikan dugaan pencemaran itu.

"Kita belum bisa menyatakan itu pencemaran karena belum ada hasilnya dan kami belum pastikan sumbernya dari mana," katanya.

Sementara itu, Koordinator Lembaga Kajian Duri Institute Agung Marsudi mengatakan daerah Wonosobo merupakan area kegiatan Chevron untuk pengeolahan limbah minyak sisa dari area operasi, namun hasil akhirnya dicurigai tidak maksimal. Lokasi tempat itu luasnya diperkirakan mencapai puluhan hektare, berpagar tinggi dan sangat dekat dengan permukiman warga.

"Tanah yang sudah terkontaminasi minyak ditanami rumput jadi seakan tidak berlimbah, dan sekarang perusahaan harus terbuka kepada publik kalau merasa yakin itu bukan limbah mereka," katanya.

Ia menilai seharusnya Chevron segera melakukan ganti rugi dan memperbaiki pengolahan limbah minyak mereka apabila terbukti air sumur warga tercemar limbah dari perusahaan.

Sementara itu, Manajer Komunikasi PT Chevron Tiva Permata mengatakan perusahaan sengaja melibatkan pihak pemerintah dan laboratorium pihak ketiga untuk memastikan kandungan zat yang terkandung di dalam air, dan ada tidaknya rembesan minyak di sumur tersebut.

Laporan tim independen PPSML Universitas Indonesia yang mensurvei area sekililing Duri pada 2002, dan dipresentasikan ke publik pada 10 Februari 2003 menyatakan bahwa air di beberapa tempat di daerah Duri secara alami berwana coklat karena beberapa bagian dari tanah di daerah itu memang merupakan tanah gambut," kata Tiva dalam keterangan persnya. (ANTARA)

Pewarta: FB Anggoro

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013