Sejumlah pemuda di Seluma menggelar teatrikal dengan pesan penolakan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di Tugu Tani, Bendungan Seluma, Minggu siang.

Anggota Komunitas Serasi, Endang Setiawan mengatakan teatrikal ini sebagai bentuk jeritan para petani yang terancam kehilangan ruang hidup bila Omnibus Law RUU Ciptaker disahkan.

"Kami mendesak pemerintah membatalkan Omnibus Law karena tidak ada keberpihakan kepada petani maka harus dilawan bersama," kata Endang.

Teatrikal tersebut dilakukan dengan dua pemeran terikat kaki dan tangannya, badannya dan digantung sebagai gambaran apabila Omnibus Law disahkan akan mencekik dan membuat petani menjerit.

"Kami memilih tempat di Tugu Tani karena melambangkan kesejateraan petani itu sendiri," tambah Endang.

Teatrikal juga dilaksanakan dengan pembacaan puisi oleh 4 orang pemuda.

"Kami tegaskan lagi, bahwa kami tidak akan berhenti melawan Omnibus Law. Jangan sampai petani Seluma ini tegusur haknya akan kebijakan agraria yang selama ini justru menimbulkan dampak perpecahan antar masyarakat, tidak berpihak dan tidak ada penyelesaian dari pemerintah," ujarnya.

Terlebih, berkaca pada data kata Endang ada 312 desa yang menjadi titik rawan konflik sebab tumpang tindih dengan 28 izin usaha pertambangan dan 41 HGU perkebunan tersebar di kabupaten Lebong, Rejang Lebong, Kepahiang, Bengkulu Tengah, Seluma dan Kaur.

"RUU ini tidak lain sebagai wujud dari liberalisasi tanah, tanah-tanah produktif petani terus dirampas sehingga petani terlempar dari ruang produksinya, petani akan memasuki kondisi krisis yang multidimensional," kata Endang.

Sementara pemerintah menargetkan Omnibus Law RUU Ciptaker dapat membuka kran ekonomi dengan mempermudah sejumlah perizinan berinvestasi.

Pewarta: Bisri Mustofa

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020