Setelah melantunkan sejumlah tembang dengan iringan gitarnya, pemeriah pembukaan pameran foto di panti perempuan jompo "Pelkrim" Kota Magelang, Jawa Tengah, Rahayu Kandiwati, tiba-tiba mengajak semuanya menyanyikan lagu "Ibu Kita Kartini".
Mereka yang berjumlah 24 perempuan jompo itu pun kemudian melantunkan lagu nasional tentang pahlawan emansipasi perempuan Indonesia, Raden Ajeng Kartini, karya W.R. Supratman tersebut.
Siti Aminah (82), satu di antara mereka yang tampak bersemangat dan hafal menyanyikan lagu tersebut dengan raut muka ceria. Demikian pula Ketua Yayasan "Pelkrim" Kota Magelang, Laksana Hidayat (84) dan sejumlah pekerja sosial panti wreda di Jalan Diponegoro Nomor 102, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah itu.
Lagu "Ibu Kita Kartini" yang mereka lantunkan dalam usia uzur itu, seakan hendak menggaungkan kepada generasi muda tentang semangat perjuangan atas kesetaraan gender yang telah dilakukan Sang Pahlawan Perempuan Indonesia itu pada zamannya.
"Mudah-mudahan harkat wanita terus meningkat, seperti yang diperjuangkan Ibu Kartini. Mudah-mudahan yang muda-muda sekarang terus melanjutkan perjuangan kami yang sekarang sudah tua-tua ini," kata Siti Aminah yang anggota Fraksi ABRI DPRD Magelang (1970-1983) dan juga tercatat sebagai veteran perang kemerdekaan itu.
Perempuan penyair Kota Magelang Wicahyanti Rejeki memperkuat semangat kekartinian yang diperingati di panti jompo melalui pameran foto tiga perempuan muda setempat tersebut, melalui pembacaan puisi karyanya berjudul "Pengakuan Kartini".
"'Waktu berlalu. Menjelma aku jadi pahlawan wanita. Sebab surat-suratku yang membakar rasa. Kini, jejak langkah yang kutinggalkan. Ada pada Sartinah, penjual bawang di pasar pagi, Riana, sekretaris direksi, Sarah, pilot termuda, Marsinah, buruh yang mati. Aku tersenyum diam-diam. Lalu, menangis diam-diam'," begitu beberapa bait puisi karya Wicahyanti yang juga pegiat Dewan Kesenian Kota Magelang tersebut.
Siti yang tiga tahun terakhir tinggal di panti itu, kemudian menerima penyerahan foto dirinya karya seorang anggota Guyup Fotografi (Gufi) Magelang, Setyawan Budi (Tia Nduut), sedangkan dua jompo lainnya, masing-masing Verani Sudarman menerima foto karya Rizky Yunita dan Christiana Budi menerima foto karya Intan Christa.
Tiga perempuan muda anggota peguyuban fotografer "Gufi" Kota Magelang yang dipimpin Bambang Brow Wirawan itu, menggelar pameran karya potret personal bertajuk "Kartini Di Mata Tiga Fotografer Wanita" dalam rangka peringatan Hari Kartini 2013. Hari Kartini jatuh setiap 21 April. Tanggal itu pada 1879 sebagai hari kelahiran R.A. Kartini, di Jepara.
Pameran 24 karya foto hitam putih yang masing-masing ukuran 12R Jumbo tentang para penghuni panti itu, berlangsung selama sebulan, mulai Sabtu (20/4). Panti wreda dengan tempat seluas sekitar 600 meter persegi tersebut, saat ini dihuni 24 perempuan berumur antara 60-89 tahun, sedangkan kapasitas maksimal 26 orang.
Seorang pemamer foto, Intan, bercerita tentang karakter kuat beberapa perempuan penghuni panti jompo itu yang menjadi objek pemotretannya untuk dipamerkan pada momentum Hari Kartini 2013 di tempat itu.
"Mereka dulu, antara lain ada yang Angkatan Darat, Angkatan Laut, PNS tentara, pramugari, dan guru. Umumnya, mereka masih bersemangat untuk bercerita tentang masa lalu kehidupan dengan perjuangan masing-masing pada zamannya," katanya.
Ia mencontohkan tentang foto personal Sartiyem (mantan pegawai sipil di instansi militer) yang justru semangatnya hidupnya terlihat kuat ketika perempuan yang biasa dipanggil Bu Bali itu menolak untuk dipotret.
Selain itu, foto wajah Karminah, isteri anggota tentara yang menunjukkan karakter kesederhanaan hidupnya.
Beragam tatapan mata para perempuan jompo itu, umumnya menunjukkan kekuatan karakter masing-masing, seperti sederhana, gigih, dan kejuangan.
Bambang Brow menyebut mereka memang telah melewati zamannya, namun semangatnya seakan menular kepada generasi muda sampai dengan saat ini, sebagaimana catatan sejarah perjuangan emansipasi perempuan yang dilakoni Kartini pada masanya.
"Hati kami tersentuh dan mengembarakan waktu, saat mendampingi pemotretan, ketika wajah-wajah mereka dalam berbagai pose apa adanya itu, difoto oleh tiga anggota kami yang berpameran. Mereka menggenggamkan lembar-lembar cerita hidup yang belum cukup kami pahami," katanya.
Laksana Hidayat menyebut pameran foto tiga perempuan anggota Gufi di panti yang dipimpinnya itu membahagiakan para penghuninya yang semua perempuan dengan berbagai latar belakang.
Terlebih, katanya, pameran itu bertepatan dengan peringatan Hari Kartini 2013. Hal itu, menjadi momentum yang baik untuk merenungkan kembali makna perjuangan Kartini dalam mengangkat harkat dan martabat perempuan Indonesia.
Secara fisik dan psikologis, katanya, para perempuan penghuni panti itu mengguratkan kesejahteraan hidup dari zamannya.
Namun, perjalanan usia mereka masing-masing hingga saat ini, telah membuat kondisinya secara alami semakin menurun.
"Mereka mendapat perhatian melalui pameran foto ini. Upaya ini membuat ibu-ibu di sini merasa lebih berharga," katanya.
Lantunan lagu "Ibu Kita Kartini" oleh para perempuan jompo dengan pajangan foto-foto personal mereka, terasa menguatkan pesan bahwa menghormati dan menyayangi mereka sebagai hal yang mutlak, karena kaum perempuan telah mengambil peran penting masing-masing dalam menorehkan kehidupan generasi saat ini. *
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
Mereka yang berjumlah 24 perempuan jompo itu pun kemudian melantunkan lagu nasional tentang pahlawan emansipasi perempuan Indonesia, Raden Ajeng Kartini, karya W.R. Supratman tersebut.
Siti Aminah (82), satu di antara mereka yang tampak bersemangat dan hafal menyanyikan lagu tersebut dengan raut muka ceria. Demikian pula Ketua Yayasan "Pelkrim" Kota Magelang, Laksana Hidayat (84) dan sejumlah pekerja sosial panti wreda di Jalan Diponegoro Nomor 102, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah itu.
Lagu "Ibu Kita Kartini" yang mereka lantunkan dalam usia uzur itu, seakan hendak menggaungkan kepada generasi muda tentang semangat perjuangan atas kesetaraan gender yang telah dilakukan Sang Pahlawan Perempuan Indonesia itu pada zamannya.
"Mudah-mudahan harkat wanita terus meningkat, seperti yang diperjuangkan Ibu Kartini. Mudah-mudahan yang muda-muda sekarang terus melanjutkan perjuangan kami yang sekarang sudah tua-tua ini," kata Siti Aminah yang anggota Fraksi ABRI DPRD Magelang (1970-1983) dan juga tercatat sebagai veteran perang kemerdekaan itu.
Perempuan penyair Kota Magelang Wicahyanti Rejeki memperkuat semangat kekartinian yang diperingati di panti jompo melalui pameran foto tiga perempuan muda setempat tersebut, melalui pembacaan puisi karyanya berjudul "Pengakuan Kartini".
"'Waktu berlalu. Menjelma aku jadi pahlawan wanita. Sebab surat-suratku yang membakar rasa. Kini, jejak langkah yang kutinggalkan. Ada pada Sartinah, penjual bawang di pasar pagi, Riana, sekretaris direksi, Sarah, pilot termuda, Marsinah, buruh yang mati. Aku tersenyum diam-diam. Lalu, menangis diam-diam'," begitu beberapa bait puisi karya Wicahyanti yang juga pegiat Dewan Kesenian Kota Magelang tersebut.
Siti yang tiga tahun terakhir tinggal di panti itu, kemudian menerima penyerahan foto dirinya karya seorang anggota Guyup Fotografi (Gufi) Magelang, Setyawan Budi (Tia Nduut), sedangkan dua jompo lainnya, masing-masing Verani Sudarman menerima foto karya Rizky Yunita dan Christiana Budi menerima foto karya Intan Christa.
Tiga perempuan muda anggota peguyuban fotografer "Gufi" Kota Magelang yang dipimpin Bambang Brow Wirawan itu, menggelar pameran karya potret personal bertajuk "Kartini Di Mata Tiga Fotografer Wanita" dalam rangka peringatan Hari Kartini 2013. Hari Kartini jatuh setiap 21 April. Tanggal itu pada 1879 sebagai hari kelahiran R.A. Kartini, di Jepara.
Pameran 24 karya foto hitam putih yang masing-masing ukuran 12R Jumbo tentang para penghuni panti itu, berlangsung selama sebulan, mulai Sabtu (20/4). Panti wreda dengan tempat seluas sekitar 600 meter persegi tersebut, saat ini dihuni 24 perempuan berumur antara 60-89 tahun, sedangkan kapasitas maksimal 26 orang.
Seorang pemamer foto, Intan, bercerita tentang karakter kuat beberapa perempuan penghuni panti jompo itu yang menjadi objek pemotretannya untuk dipamerkan pada momentum Hari Kartini 2013 di tempat itu.
"Mereka dulu, antara lain ada yang Angkatan Darat, Angkatan Laut, PNS tentara, pramugari, dan guru. Umumnya, mereka masih bersemangat untuk bercerita tentang masa lalu kehidupan dengan perjuangan masing-masing pada zamannya," katanya.
Ia mencontohkan tentang foto personal Sartiyem (mantan pegawai sipil di instansi militer) yang justru semangatnya hidupnya terlihat kuat ketika perempuan yang biasa dipanggil Bu Bali itu menolak untuk dipotret.
Selain itu, foto wajah Karminah, isteri anggota tentara yang menunjukkan karakter kesederhanaan hidupnya.
Beragam tatapan mata para perempuan jompo itu, umumnya menunjukkan kekuatan karakter masing-masing, seperti sederhana, gigih, dan kejuangan.
Bambang Brow menyebut mereka memang telah melewati zamannya, namun semangatnya seakan menular kepada generasi muda sampai dengan saat ini, sebagaimana catatan sejarah perjuangan emansipasi perempuan yang dilakoni Kartini pada masanya.
"Hati kami tersentuh dan mengembarakan waktu, saat mendampingi pemotretan, ketika wajah-wajah mereka dalam berbagai pose apa adanya itu, difoto oleh tiga anggota kami yang berpameran. Mereka menggenggamkan lembar-lembar cerita hidup yang belum cukup kami pahami," katanya.
Laksana Hidayat menyebut pameran foto tiga perempuan anggota Gufi di panti yang dipimpinnya itu membahagiakan para penghuninya yang semua perempuan dengan berbagai latar belakang.
Terlebih, katanya, pameran itu bertepatan dengan peringatan Hari Kartini 2013. Hal itu, menjadi momentum yang baik untuk merenungkan kembali makna perjuangan Kartini dalam mengangkat harkat dan martabat perempuan Indonesia.
Secara fisik dan psikologis, katanya, para perempuan penghuni panti itu mengguratkan kesejahteraan hidup dari zamannya.
Namun, perjalanan usia mereka masing-masing hingga saat ini, telah membuat kondisinya secara alami semakin menurun.
"Mereka mendapat perhatian melalui pameran foto ini. Upaya ini membuat ibu-ibu di sini merasa lebih berharga," katanya.
Lantunan lagu "Ibu Kita Kartini" oleh para perempuan jompo dengan pajangan foto-foto personal mereka, terasa menguatkan pesan bahwa menghormati dan menyayangi mereka sebagai hal yang mutlak, karena kaum perempuan telah mengambil peran penting masing-masing dalam menorehkan kehidupan generasi saat ini. *
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013