Puluhan massa dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) cabang Bengkulu menyerukan sepuluh tuntutan kepada Pemerintah Provinsi dalam unjuk rasa menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Halaman Kantor Gubernur Bengkulu, Kamis pagi.

Ketua Cabang GMNI Bengkulu, Sudi Sumberta Simarta, aksi ini secara garis besar mendesak pemerintah untuk membatalkan dan mengkaji Undang-Undang (UU) Omnibus Law yang disahkan DPR RI pada 5 Oktober 2020. 

Sudi menyebut, Indonesia saat ini dalam keadaan darurat demokrasi di mana semua aspirasi dari elemen masyarakat sudah tidak lagi dihiraukan. 

Menurutnya pengesahan UU ini terlalu tergesa-gesa tanpa ada diskusi antar elemen masyarakat sehingga merugikan kalangan marjinal dan para buruh.
 
GMNI Bengkulu sampaikan 10 tuntutan tolak Omnibus Law. (Foto Antarabengkulu.com/Bisri Mustofa)

"Kami mendesak presiden menerbitkan Perpu sebagai pembatalan UU ini. Desakan ini kami sampaikan melalui pemerintah daerah," kata Sudi, Kamis. 

Organisasi ini, menuntut agar pemerintah tidak menggantungkan nasib buruh, menerbitkan perda garam dan tembakau dan memberikan perlindungan dan kesejahteraan para buruh.

Adapun sepuluh tuntutan tersebut adalah meminta pemerintah untuk membuka ruang partisipasi bagi masyarakat dalam menyusun kebijakan, menolak pengesahan UU Omnibus Law karena bertentangan dengan semangat prinsip demokrasi konstitusional, dan menolak upaya sentralisasi kekuasaan, menolak penyederhanaan izin investasi dan izin lingkungan.

Kemudian menolak penghapusan hak pekerja melalui jaminan pekerjaan dan pendapatan serta jaminan sosial, menolak penghapusan upah minimum sektoral, menolak perjanjian kerja waktu tertentu, menolak outsourching pekerja seumur hidup, menolak kerja eksploitatif dan menyatakan mosi tidak percaya kepada pemerintah dan DPR.

Pewarta: Bisri Mustofa

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020