Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang memvonis dirinya dengan hukuman seumur hidup.
"Kami tetap akan mengajukan banding," kata pengacara Benny Tjokro, Bob Hasan, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Dalam sidang pada hari Senin (26/10), majelis hakim menyatakan Benny Tjokro dan pemilik Maxima Grup Heru Hidayat bersalah melakukan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang merugikan keuangan negara senilai Rp16,807 triliun serta tindak pidana pencucian uang.
Sebagai hukuman tambahan, Benny Tjokro diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp6,078 triliun dan Heru Hidayat diwajibkan membayar Rp10,728 triliun.
"Vonis dari hakim pemutus adalah vonis yang telanjur, telanjur karena jaksa sudah menyita aset Benny Tjokro, telanjur karena tuntutan jaksa. Akibat ketelanjuran tersebut, demi membayar nasabah Jiwasraya akhirnya menomerduakan hukum sekalipun bertentangan dengan hak asasi manusia," kata Bob.
Bob tetap meyakini bahwa Benny Tjokro sudah melunasi seluruh kewajibannya, yaitu dari repurchase agreement (repo) saham maupun Medium Term Notes (MTN) yang pernah perusahaannya terbitkan.
"Bagaimana seorang Benny Tjokro harus mempertanggungjawabkan transaksi repo ke Heru Hidayat pada tahun 2015 dan Heru menjual saham repo itu ke Jiwasraya dan ditebus balik oleh Benny Tjokro melalui nominee-nomineenya pada tahun 2016 merupakan cara-cara yang bertentangan dengan undang-undang? Itu bukan perbuatan Benny Tjokro, melainkan manajer investasi yang sudah mengelola saham PT Asuransi Jiwasraya sejak 2008," kata Bob.
Bob juga menilai tidak adil bila kerugian negara karena kesalahan pengelolaan underlying 21 reksa dana kepada 13 manajer investasi yang mencapai Rp12,157 triliun hanya ditanggungkan kepada Benny dan Heru.
"Putusan kerugian negara yang sebesar Rp12 triliun kemudian dibebankan kepada Benny Tjokro dibagi separuh dengan Heru Hidayat adalah cara dan vonis yang bertentangan dengan atas asas kepastian hukum," ungkap Bob.
Dalam uraian dakwaan pertama, hakim menilai Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro mengelola underlying 21 reksa dana kepada 13 manajer investasi sehingga mendapat keuntungan sebesar Rp12,157 triliun yang tidak dapat dihitung pemisahannya sehingga masing-masing dibebankan untuk membayar Rp6,078 triliun.
Heru Hidayat juga mendapatkan keuntungan tambahan Rp4.650.283.375.000,00 sehingga keuntungan yang Heru dapatkan totalnya adalah Rp10.728.783.375.000,00 dan jumlah itu menjadi uang pengganti yang diwajibkan untuk dibayar Heru.
Dalam dakwaan kedua, Benny Tjokro dinilai terbukti melakukan pencucian uang dengan cara memasukkan dana hasil jual beli saham kepada PT Hanson International, Tbk. dan perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh Benny Tjokro dan pihak-pihak yang bekerja sama dengannya.
Selanjutnya, dipergunakan terdakwa, antara lain untuk membayar utang, membeli tanah, membeli properti, dan menukar dalam bentuk mata uang asing.
Terkait dengan perkara ini, empat terdakwa lain juga sudah divonis penjara seumur hidup, yaitu Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) 2008—2018 Hendrisman Rahim, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013—2018 Hary Prasetyo, Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya 2008—2014 Syahmirwan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020
"Kami tetap akan mengajukan banding," kata pengacara Benny Tjokro, Bob Hasan, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Dalam sidang pada hari Senin (26/10), majelis hakim menyatakan Benny Tjokro dan pemilik Maxima Grup Heru Hidayat bersalah melakukan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang merugikan keuangan negara senilai Rp16,807 triliun serta tindak pidana pencucian uang.
Sebagai hukuman tambahan, Benny Tjokro diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp6,078 triliun dan Heru Hidayat diwajibkan membayar Rp10,728 triliun.
"Vonis dari hakim pemutus adalah vonis yang telanjur, telanjur karena jaksa sudah menyita aset Benny Tjokro, telanjur karena tuntutan jaksa. Akibat ketelanjuran tersebut, demi membayar nasabah Jiwasraya akhirnya menomerduakan hukum sekalipun bertentangan dengan hak asasi manusia," kata Bob.
Bob tetap meyakini bahwa Benny Tjokro sudah melunasi seluruh kewajibannya, yaitu dari repurchase agreement (repo) saham maupun Medium Term Notes (MTN) yang pernah perusahaannya terbitkan.
"Bagaimana seorang Benny Tjokro harus mempertanggungjawabkan transaksi repo ke Heru Hidayat pada tahun 2015 dan Heru menjual saham repo itu ke Jiwasraya dan ditebus balik oleh Benny Tjokro melalui nominee-nomineenya pada tahun 2016 merupakan cara-cara yang bertentangan dengan undang-undang? Itu bukan perbuatan Benny Tjokro, melainkan manajer investasi yang sudah mengelola saham PT Asuransi Jiwasraya sejak 2008," kata Bob.
Bob juga menilai tidak adil bila kerugian negara karena kesalahan pengelolaan underlying 21 reksa dana kepada 13 manajer investasi yang mencapai Rp12,157 triliun hanya ditanggungkan kepada Benny dan Heru.
"Putusan kerugian negara yang sebesar Rp12 triliun kemudian dibebankan kepada Benny Tjokro dibagi separuh dengan Heru Hidayat adalah cara dan vonis yang bertentangan dengan atas asas kepastian hukum," ungkap Bob.
Dalam uraian dakwaan pertama, hakim menilai Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro mengelola underlying 21 reksa dana kepada 13 manajer investasi sehingga mendapat keuntungan sebesar Rp12,157 triliun yang tidak dapat dihitung pemisahannya sehingga masing-masing dibebankan untuk membayar Rp6,078 triliun.
Heru Hidayat juga mendapatkan keuntungan tambahan Rp4.650.283.375.000,00 sehingga keuntungan yang Heru dapatkan totalnya adalah Rp10.728.783.375.000,00 dan jumlah itu menjadi uang pengganti yang diwajibkan untuk dibayar Heru.
Dalam dakwaan kedua, Benny Tjokro dinilai terbukti melakukan pencucian uang dengan cara memasukkan dana hasil jual beli saham kepada PT Hanson International, Tbk. dan perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh Benny Tjokro dan pihak-pihak yang bekerja sama dengannya.
Selanjutnya, dipergunakan terdakwa, antara lain untuk membayar utang, membeli tanah, membeli properti, dan menukar dalam bentuk mata uang asing.
Terkait dengan perkara ini, empat terdakwa lain juga sudah divonis penjara seumur hidup, yaitu Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) 2008—2018 Hendrisman Rahim, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013—2018 Hary Prasetyo, Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya 2008—2014 Syahmirwan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020