Bengkulu (Antara Bengkulu) - Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bengkulu menghentikan sementara aktivitas dua perusahaan pertambangan yakni PT Ratu Samban Mining dan PT Selomoro Banyuarto.

"Kedua perusahaan tambang ini dihentikan sementara operasinya, karena masalah pengelolaan lingkungan dan konflik dengan warga setempat," kata Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bengkulu, Karyamin di Bengkulu, Senin.

Ia mengatakan PT Ratu Samban Mining di Kabupaten Bengkulu Utara bergerak di bidang pertambangan batubara, sedangkan PT Selomoro Banyuarto menggali pasir biji besi di Kabupaten Kaur.

Penghentian sementara kata dia, akan berakhir, jika perusahaan menyelesaikan permasalahan pengelolaan lingkunga dan konflik dengan warga sekitar lokasi pertambangan.

"Belum ada keputusan kapan mereka kembali beroperasi, yang pasti harus menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di lapangan," tambahnya.

Selain dua perusahaan itu, Dinas ESDM juga telah mengevaluasi sejumlah perusahaan tambang lainnya yang beroperasi di daerah itu.

Evaluasi tersebut terkait rekomendasi kalangan DPRD Provinsi Bengkulu saat membahas Peraturan Daerah (Perda) tentang izin usaha pertambangan.

Rekomendasi DPRD Bengkulu, tujuh perusahaan agar dicabut izin usaha pertambangannya yakni PT Kusuma Raya Utama, PT Putra Maga Nanditama, PT Indonesia Riau Sri Avantika, PT Bara Indah Lestari, PT Ratu Samban Mining, PT Barat Adi Pratama dan PT Inti Bara Perdana.

"Setelah kami evaluasi, memang sebagian besar bermasalah dalam pengelolaan lingkungan hidup," katanya.

Sedangkan tujuh perusahaan yang perlu ditinjau ulang izin usahanya yakni PT Danau Mas Hitam, PT Bukit Sunur, PT Ferto Rejang, PT Global Kaltim, PT Arma Sentosa, PT Injatama dan PT Semoloro Banyuarto.

Selain merekomendasikan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP), DPRD juga mendesak pemerintah untuk memastikan adanya dana jaminan reklamasi usaha pertambangan.

Anggota Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu Firdaus Djaelani mengatakan rekomendasi pencabutan tujuh perusahaan pertambangan tersebut berdasarkan temuan lapangan.

"Ada kegiatan yang menurut kami menyalahi aturan perundang-undangan, seperti memasuki kawasan hutan tanpa perizinan lengkap, sehingga kami rekomendasikan dicabut izinnya," ungkapnya.

Selain itu, kegiatan eksploitasi pertambangan, khususnya batubara menurut Firdaus hampir seluruhnya tidak mengindahkan kaidah pengelolaan lingkungan hidup.

Jika dibiarkan, kata dia, maka masyarakat Bengkulu yang akan merasakan dampak kerusakan lingkungan dalam 15 hingga 20 tahun mendatang. (Antara)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013